Jumat 16 Nov 2018 15:08 WIB

Aussie-Malaysia Berselisih Soal Kedubes di Yerusalem

Pemindahan kedutaan itu diajukan Perdana Menteri Australia Scott Morrison.

Pengunjuk rasa melambaikan bendera Palestina saat terjadi bentrokan di dekat perbatasan dengan Israel di timur Kota Gaza, Jumat (15/12). Demonstran memprotes keputusan Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
Foto: EPA-EFE/MOHAMMED SABER
Pengunjuk rasa melambaikan bendera Palestina saat terjadi bentrokan di dekat perbatasan dengan Israel di timur Kota Gaza, Jumat (15/12). Demonstran memprotes keputusan Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Australia dan Malaysia terlibat dalam peningkatan pernyataan panas menyangkut kemungkinan Australia akan memindahkan kedutaan besarnya ke Yerusalem. Menteri Keuangan Australia Josh Frydenberg mengatakan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad dalam sejarahnya pernah mengeluarkan pernyataan-pernyataan anti-Yahudi.

Pemindahan kedutaan itu diajukan oleh Perdana Menteri Australia Scott Morrison saat melangsungkan kampanye pemilihan daerah pada bulan lalu. Usul Morrison itu menimbulkan kekhawatiran bagi Indonesia dan Malaysia.

"Perdana Menteri Malaysia itu punya pola. Dia pernah menyebut orang-orang Yahudi sebagai orang berhidung kakatua. Dia juga mempertanyakan jumlah orang yang terbunuh dalam Holocaust," kata Frydenberg dalam wawancara di radio.

Frydenberg mengeluarkan pernyataan itu setelah Mahathir menyebut-nyebut masalah kemungkinan pemindahan kedutaan saat bertemu dengan Morrison di KTT ASEAN pada Kamis (15/11) di Singapura. "Saya mengatakan dalam menangani terorisme, kita harus mencari sumber masalahnya. Menambah penyebab terorisme tidak akan membantu," kata Mahathir kepada para wartawan usai pertemuan itu, seperti diberitakan media Australia.

Sebesar 60 persen penduduk Malaysia beragama Islam. Indonesia juga telah menyampaikan kekhawatiran soal kemungkinan pemindahan kedutaaan dan menyatakan pemindahan akan mengacaukan rencana membuat perjanjian perdagangan bebas dengan Australia. Namun demikian, Morrison mengatakan masalah itu tidak dicampuradukkan dalam pembicaraan baru-baru ini yang dilakukannya dengan Presiden Joko Widodo.

Morrison melemparkan ide pemindahan kedutaan Australia itu, serta mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel pada Oktober tahun lalu. Pengumuman yang tiba-tiba itu muncul hanya beberapa saat sebelum perebutan kursi, yang ternyata memiliki pemilih dalam jumlah besar dari kalangan Yahudi dan pemerintahan Nasional Liberal pimpinan Morrison sangat ingin menang guna dapat mempertahankan mayoritas di parlemen.

Kursi itu sendiri akhirnya lepas sehingga pemerintah menjalankan kekuasaan atas kerja sama dengan para anggota parlemen independen. Ketika berbicara pada Morrison, Jumat (16/11), membenarkan Mahathir menyinggung soal kemungkinan pemindahan kedutaan namun ia menyatakan hanya Australia yang menentukan kebijakan luar negeri Australia.

Australia dan Malaysia sebelumnya pernah mengalami hubungan yang bergejolak. Kedua negara berselisih 25 tahun lalu ketika Perdana Menteri Australia Paul Keating menyebut Mahathir bandel karena memboikot forum ekonomi Asia-Pasifik (APEC) 1993. Para pemimpin negara-negara APEC dijadwalkan bertemu di Papua Nugini akhir pekan ini.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement