Senin 11 Feb 2019 22:57 WIB

LSM HAM Ajukan Banding Hak Ganti Rugi Warga Gaza

Israel dalam undang-undangnya memastikan penghuni wilayah konflik tak dapat hak.

Sejumlah rumah sakit di Gaza terancam berenti beroperasi karena kekurangan suplai listrik.
Foto: ACT
Sejumlah rumah sakit di Gaza terancam berenti beroperasi karena kekurangan suplai listrik.

REPUBLIKA.CO.ID, AL-QUDS— Militer Israel menembak pelajar sekolah menengah Attiya Nabaheen saat ulang tahun ke-15 di halaman depan rumah keluarganya di Jalur Gaza pada 16 November 2014, saat ia baru pulang sekolah.

Padahal saat itu Nabaheen tidak bersenjata dan tidak pula terlibat dalam kerusuhan.

Akibat penembakan tentara Yahudi itu, Nabaheen lumpuh dan harus menggunakan kursi roda sepanjang sisa hidupnya.

Pada November 2018, Pengadilan Wilayah Beersheba di Israel menolak kasus yang diajukan oleh Adalah, Pusat Bantuan Hukum buat Hak Minoritas Arab di Israel dan Pusat Al Mezan buat Hak Asas Manusia, yang berpusat di Jalur Gaza, atas nama keluarga Nabaheen, terhadap militer Israel sehubungan dengan penembakan tersebut dan terlukanya putra mereka.

Pengadilan itu memutuskan bahwa negara tidak bertanggung-jawab atas segala kerugian, sebab orang Palestina di Jalur Gaza tidak berhak meminta ganti-rugi dari Israel karena mereka hidup di dalam wilayah musuh. 

Menurut Pasal 5/B-1 Amendment No. 8 Civil Wrongs Law (State Responsibility) 1952 di Israel, yang diberlakukan pada 2012, warga satu wilayah yang dinyatakan oleh pemerintah Israel sebagai "wilayah musuh", seperti Jalur Gaza diumumkan pada 2007, tidak memenuhi syarat untuk meminta ganti-rugi dari Israel dengan alasan apapun.

Adalah dan Al Mezan mengajukan banding atas putusan itu ke Mahkamah Agung pada 7 Februari 2019, dengan alasan putusan pengadilan rendah dan perubahan hukum tersebut melanggar hukum Israel dan hukum internasional, yang mengharuskan perlindungan warga sipil dimaksud untuk memperoleh obat sah yang efektif.

Kedua organisasi hak asasi manusia itu menuntut Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Wilayah Beersheb dan menyatakan Amendment No. 8 tidak konstitusional. Hal ini sebagaimana dikutip dari Kantor Berita Palestina, WAFA, yang dipantau Antara di Jakarta, Senin malam (11/2).

Permohonan tersebut diajukan Wakil Direktur Pengacara Adalah Sawsan Zaher, Direktur Umum Adalah Hassan Jabareen, dan pengacara swasta Mohammad Jabareen.

Amendment No. 8 Civil Wrongs Law Israel mensahkan doktrin "orang asing musuh", yang dilarang berdasarkan hukum internasional setelah Perang Dunia II.

Doktrin "orang asing musuh", yang menetapkan bahwa setiap orang yang berada di satu wilayah yang dinyatakan sebagai "wilayah musuh" dipandang sebagai musuh, dilarang akibat sifat rasis dan berbahayanya.

Doktrin itu menolak hak asasi manusia dan mengizinkan tindakan yang berbahaya buat warga sipil yang semata-mata dilandasi atas afiliasi nasional dan suku mereka. Doktrin tersebut juga merupakan pelanggaran nyata dan tegas terhadap "prinsip pembedaan", yang menjadi dasar bagi hukum adat internasional, yang mengatur peraturan perang, katanya.

"Dengan menegaskan undang-undang dasar hukum itu, putusan pengadilan rendah Israel menjamin kekebalan besar de fakto buat pasukan militer Israel untuk menimbulkan bahaya terhadap penduduk sipil Jalur Gaza, sekalipun bahaya itu disebabkan oleh pengabaian, dan sekalipun itu tidak terjadi selama masa perang atau dalam situasi perang. Hukum luas semacam itu tidak sah," kata Wakil Direktur Adalah Sawsan Zaher.

Amendment No.8 pada dasarnya berarti tentara Israel dan negara kebal dari tuntutan ganti-rugi dan pembayaran ganti-rugi buat orang yang dirugikan jika mereka: 1) bertindak di dalam "situasi perang"; dan 2) bertindak dalam atau melawan "wilayah musuh", sekalipun mereka melanggar hukum dalam negeri dan internasional, serta hak melekat korban untuk memperoleh obat tak berarti.

Direktur Komunikasi Al Mezan, Mahmoud Abu Rahma, mengatakan selama bertahun-tahun, Civil Wrongs Law Israel telah menolak orang Palestina yang menjadi korban di Jalur Gaza akses ke obat padahal mereka berhak menerimanya, sebab hukum tersebut menetapkan Israel tidak bertanggung-jawab atas tindakan yang dilakukan selama tindakan pertempuran militer. 

Amendment No.8 telah memperluas pengecualian, dan itu berlaku tanpa peduli keabsahan pertbuatan militer. 

Yang lebih buruk lagi, putusan pengadilan itu memandang semua warga Jalur Gaza, termasuk warga sipil seperti remaja Attiya Nabaheen, tidak berhasil memperoleh ganti-rugi semata-mata karena tempa mereka tinggal. 

“Amendment No. 8 bertentangan dengan prinsip-prinsip peraturan hukum dan keadilan, dan harus dibatalkan,   

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement