Jumat 19 Apr 2019 12:10 WIB

Palestina akan Luncurkan Kampanye Lawan Rencana Amerika

Amerika Serikat mengagas rencana perdamaian Timur Tengah

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Ratusan massa menggelar aksi mendukung Palestina di New York, Amerika Serikat.
Foto: EPA/Justin Lane
Ratusan massa menggelar aksi mendukung Palestina di New York, Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Penasihat hubungan internasional Otoritas Palestina Nabil Shaath Nabil Shaath mengatakan akan melunucurkan kampanye untuk menentang rencana perdamaian Timur Tengah, termasuk Israel-Palestina, yang digagas Amerika Serikat (AS). Menurut dia, rencana itu adalah sebuah kejahatan dan konspirasi untuk menggilas perjuangan kemerdekaan Palestina.

Shaath mengungkapkan, semua kebijakan yang diambil Presiden AS Donald Trump membuktikan bahwa rencana perdamaian tidak akan memenuhi tuntutan Palestina. "Kita telah melihat rencana ini maju melalui pengakuan AS atas Yerusalem sebagai ibu kota, mengabaikan masalah pengungsi Palestina, dan mengakui permukiman Israel serta kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan," ujar Shaath pada Kamis (18/4), dilaporkan laman Israel National News.

Baca Juga

Oleh sebab itu, tak ada alasan bagi Palestina untuk menerima rencana perdamaian tersebut. Sebaliknya, hal itu harus dilawan demi mempertahankan perjuangan kemerdekaan Palestina.

Sebelumnya Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengatakan tidak akan menerima rencana perdamaian AS jika tak memenuhi tuntutan negaranya. Dalam hal ini, Palestina harus diakui kemerdekaan dan kedaulatannya berdasarkan perbatasan 1967.

Dalam wawancara perdananya dengan media internasional sejak menjabat akhir pekan lalu, Shtayyeh mengatakan bahwa setelah semua dukungan yang diberikan AS kepada Israel, terutama pengakuan sepihak atas Yerusalem, tak ada yang tersisa untuk dinegosiasikan. Dia menegaskan akan menolak setiap proposal perdamaian yang mengabaikan tuntutan utama Palestina.

“Di mana kita akan memiliki negara Palestina? Kita tidak mencari entitas, kita mencari sebuah negara yang berdaulat,” kata Shtayyeh, dikutip laman the Times of Israel, Rabu (17/4).

Dia mengatakan Palestina tidak berminat pada penyelesaian konflik melalui jalur ekonomi. “Palestina tidak tertarik dalam perdamaian ekonomi. Kita tertarik pada penghentian pendudukan (Israel). Hidup tak bisa dinikmati di bawah pendudukan,” ujarnya.

Pada Ahad pekan lalu, Washington Post menerbitkan sebuah laporan yang menyebut bahwa rencana perdamaian AS untuk Timur Tengah, termasuk konflik Israel-Palestina, tidak akan menyertakan kemerdekaan Palestina. Laporan itu disusun dengan mengutip beberapa pejabat AS yang mengetahui tentang hal tersebut.

Karena tak menyertakan tentang kemerdekaan Palestina, sebagai gantinya AS akan melakukan investasi dan memberi sumbangan senilai puluhan miliar dolar AS untuk Tepi Barat serta Jalur Gaza. Mesir, Yordania, dan negara-negara Teluk yang kaya juga tak luput dari cipratan uang AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement