Ahad 23 Jun 2019 22:33 WIB

AS Siapkan 50 miliar Dolar untuk Investasi di Palestina

Proyek investasi hanya bisa berjalan jika tercapai kesepakatan Israel dan Palestina.

Rep: Umar/ Red: Teguh Firmansyah
Israel secara periodik masih terus melancarkan serangan udara ke Jalur Gaza
Israel secara periodik masih terus melancarkan serangan udara ke Jalur Gaza

REPUBLIKA.CO.ID,  WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) mengumumkan rencana perdamaian Timur Tengah di sektor ekonomi pada Sabtu (22/6) waktu setempat. AS menyebut soal pengucuran 50 miliar dolar untuk investasi di Palestina dan negara-negara tetangga Arab.

Seperti dilansir dari laman Anadolu Agency, Ahad (23/6), rencana yang telah lama dijanjikan dan menghadapi sejumlah penundaan itu, menyerukan ada peningkatan proyek infrastruktur antara Jalur Gaza dan Tepi Barat. Tujuannya, memberdayakan rakyat Palestina dalam membangun masa depan bagi mereka sendiri dan anak-anaknya.

Baca Juga

Pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah menggembar-gemborkan rencana itu sebagai upaya internasional paling ambisius dan komprehensif bagi rakyat Palestina hingga saat ini.

Rencana tersebut bakal dirilis secara resmi oleh penasihat senior Gedung Putih dan menantu Trump, Jared Kushner, pada konferensi ekonomi di Bahrain yang diselenggarakan oleh AS pekan ini. Dalam rencana itu, ada poin penciptaan satu juta pekerjaan untuk Palestina.

Selain itu, juga soal upaya agar ada pelibatan pendanaan swasta dan publik.  Dalam 10 tahun, rencana tersebut bertujuan menggandakan Produk Domestik Bruto Palestina (GPD) Palestina.

Nilai proyek di Palestina dan negara Timur Tengah dibagi-bagi dengan rincian  27 miliar dolar untuk proyek di Tepi Barat dan Gaza. Kemudian 9,1 miliar dolar, 7,4 miliar dolar dan 6,3 miliar dolar untuk warga Palestina di Mesir, Yordania dan Lebanon.

Rencana tersebut juga menyerukan layanan kereta berkecepatan tinggi yang akan dibuat. Namun, itu hanya dapat diimplementasikan jika solusi politik disepakati oleh Palestina, Israel, dan aktor-aktor lain dalam negosiasi.

Yerusalem tetap menjadi jantung perselisihan Timur Tengah yang telah berlangsung puluhan tahun. Warga Palestina berharap bahwa Yerusalem Timur yang diduduki oleh Israel sejak 1967, suatu hari nanti dapat berfungsi sebagai ibu kota negara Palestina.

Otoritas Palestina mengatakan mereka tidak akan menghadiri konferensi di Bahrain dan telah menolak peran AS dalam proses mediasi sejak pengumuman kontroversial Trump untuk memindahkan kedutaan Amerika ke Yerusalem tahun lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement