Selasa 23 Oct 2018 10:32 WIB

Sejarah Hari Ini: Bom Dasyat Hancurkan Barak Marinir AS

Empat bulan setelah pemboman, AS tinggalkan Lebanon tanpa balas dendam.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nur Aini
Bom. Ilustrasi
Foto: .
Bom. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Pada 23 Oktober 1983, seorang pembom bunuh diri mengendarai sebuah truk yang berisi 2.000 pon bahan peledak ke dalam barak Korps Marinir AS di Bandara Internasional Beirut. Ledakan itu menewaskan 220 marinir, 18 pelaut, dan tiga tentara.

Beberapa menit setelah bom itu meledak, seorang pembom bunuh diri lainnya masuk ke dalam barak pasukan terjun payung Prancis yang ada di ruang bawah tanah. Serangan ini menewaskan 58 orang lagi.

Dilansir di History, Marinir AS di Beirut adalah bagian dari pasukan pemelihara perdamaian multinasional yang mencoba menjadi perantara gencatan senjata antara kelompok Kristen dan Muslim Lebanon yang bertikai. Pada 1981, pasukan Amerika telah mengawasi penarikan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dari Beirut dan kemudian ikut menarik diri.

Mereka lalu kembali di tahun berikutnya, setelah sekutu Lebanon Israel membantai hampir 1.000 pengungsi sipil Palestina yang tidak bersenjata. Sebanyak 1.800 pasukan pemelihara perdamaian Angkatan Laut AS tinggal di barak lama milik Angkatan Darat Israel di dekat bandara.

Sekitar pukul 06.20 pagi di 23 Oktober 1983, sebuah truk Mercedes berwarna kuning menerobos pagar kawat berduri di sekitar kompleks barak dan melewati dua gardu jaga. Mobil itu melaju lurus ke barak dan meledak.

Para saksi mata mengatakan, kekuatan ledakan itu menyebabkan seluruh bangunan melayang di atas tanah sesaat sebelum hancur. Peneliti FBI mengatakan, ledakan itu adalah ledakan non-nuklir terbesar sejak Perang Dunia II dan tentu saja serangan bom mobil paling kuat yang pernah diledakkan.

Setelah pemboman, Presiden AS Ronald Reagan menyatakan kemarahannya atas tindakan tercela itu. Ia bersumpah pasukan Amerika akan tinggal di Beirut sampai dapat mencapai perdamaian.

Sementara itu, ia juga menyusun rencana untuk membom kamp pelatihan Hezbollah di Baalbek, Lebanon, tempat agen-agen intelijen AS berpikir serangan itu telah direncanakan. Namun, Menteri Pertahanan AS Caspar Weinberger membatalkan misi tersebut, karena dia tidak ingin membebani hubungan dengan negara-negara Arab penghasil minyak.

Empat bulan setelah pemboman, pasukan Amerika meninggalkan Lebanon tanpa balas dendam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement