Ahad 28 Jul 2013 20:43 WIB

Penembak Jitu Betebaran di Mesir

Rep: Bambang Noroyono / Red: Citra Listya Rini
Militer Mesir berjaga-jaga di sekitar lapangan.
Foto: AP
Militer Mesir berjaga-jaga di sekitar lapangan.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Organisasi hak asasi manusia (HAM) non-pemerintah, Human right Watch (HRW) menyatakan hampir semua korban tewas dalam insiden bentrokan antara Ikhwanul Muslimin dan militer Mesir dikarenakan peluru tajam. 

Tim pencari fakta dari lembaga berbasis di New York, AS, ini melansir laporannya terkait konflik Mesir, Ahad (28/7). Dalam laporan yang dialansir oleh The Daily News Egypt, Ahad (28/7) dikatakan 70 kematian di titik terparah bentrok tewas dengan luka tembak di bagian kepala dan dada. 

Titik terpanas dalam bentrokan saat Jumat (26/8) itu berada di atas jembatan October Bridge. Tim HRW mengatakan kebanyakan korban ditembak dari jarak jauh. Hal itu mengarah pada pasukan elite militer di bawah Komando Pasukan Keamanan Pusat (CSF) di ibu kota, Kairo. 

Satuan ini adalah para serdadu angkatan darat yang ditugaskan untuk menjadi regu penembak jarak jauh atau sniper. Sedangkan di tempat lain, tepatnya di Masjid Rabaa al-Adawiyah Kota al-Nasr, HRW melaporkan delapan aktivis Ikhwanul Muslimin tewas dalam tembakan dari jarak dekat. \

''Lima diantaranya tembus di bagian kepala. Selebihnya bolong di leher dan bagian dada,'' begitu kata laporan itu.

Kordinator HRW untuk wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara Nadim Houry mengatakan penggunaan senjata api dalam skala mematikan adalah bentuk kepanikan militer dan pemerintahan sementara di bawah Presiden Mesir interim Adly Mansour. 

''Senjata sepertinya terpaksa untuk menegakkan kebutuhan atas ketertiban terhadap massa demonstran pro-Mursi,'' kata dia.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement