Senin 30 Mar 2015 12:27 WIB

Kecurigaan di Balik Jatuhnya Idlib ke Tangan Fron Al-Nusra

Pengungsi Suriah di kamp pengungsi yang terletak di Provinsi Idlib, utara Suriah.
Foto: AP Photo/Hussein Malla
Pengungsi Suriah di kamp pengungsi yang terletak di Provinsi Idlib, utara Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, IDLIB --  Keberhasilan pemberontak Suriah menguasai Idlib secara penuh mendapat kecurigaan dari berbagai pihak.

Dalam perang yang berkepanjangan dan sangat merugikan rakyat Suriah itu, hanya satu provinsi yang beralih sepenuhnya dari kekuasaan rezim Suriah, yaitu Raqqa ke tangan pemberontak yang pada akhirnya saat ini dikendalikan kelompok ekstrem ISIS.

Jatuhnya Idlib ke tangan koalisi Fron al-Nusra, yang dinamai Jaish al Fattah, menjadikannnya provinsi kedua yang sepenuhnya di luar kendali rezim.

"Fron Al Nusra dan koalisinya telah menguasai seluruh Idlib," jelas kelompok pemerhati Syria, Syrian Observatory for Human Rights, dikutip dari Aljazeera, Ahad (29/3).

Sebuah blog Moon of Alabama mencurigai jatuhnya Idlib dengan mudah di tangan pemberontak. Kecurigaan itu muncul mengingat banyaknya faktor-faktor yang tidak terduga dalam konstelasi di lapangan.

Saat ISIS menguasai Raqqa tahun lalu, banyak yang curiga hal itu merupakan strategi Bashar Al Assad untuk memecah belah kekuatan musuhnya.

Informasi yang diketahui kemudian, pihak oposisi melemah dan diduga pemerintah Suriah juga menjadi konsumen minyak yang diproduksi dari wilayah tersebut secara gelap.

Kecurigaan yang sama muncul, saat ISIS menguasai Mosul di Irak. Saat itu banyak yang mengira bahwa kemenangan ISIS di Irak tidak akan dapat dicapai kecuali dengan bantuan militer mantan orang-orang partai Baath Saddam Husein.

Blog itu melihat jatuhnya Idlib bersamaan dengan intervensi Amerika Serikat di Tikrit yang menjauhkan keterlibatan milisi Syiah dan konflik Yaman yang melibatkan Arab Saudi dan sekutunya.

Bersamaan dengan konflik ini, sebelumnya Turki juga melakukan mengetatan yang tidak biasa di perbatasannya. Semua itu terkulminasi dengan jatuhnya Idlib.

"Semuanya kelihatannya didesain untuk melemahkan posisi Iran dan sekutunya," tulis blog tersebut, merujuk pada posisi Iran di politik regional dan global. Saat ini memang, Iran sedang melakukan perundingan nuklir dengan AS.

Menurut blog tersebut, pihak pemerintah Suriah sepertinya sudah mengantisipasi strategi itu dan merelakan Idlib. Hal itu terlihat saat pemberontak memasuki kota, pasukan rezim telah mengundurkan diri dari jalan-jalan yang sudah kosong.

Perang sipil di Suriah dinilai sangat sulit dimenangkan oleh salah satu pihak karena pasokan senjata dan sumber daya lainnya dipengaruhi oleh pihak luar. Sehingga konflik ini telah berubah menjadi ajang tarik ulur untuk kepentingan politik regional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement