Sabtu 15 Apr 2017 09:50 WIB

Tiga Pekerja Kemanusiaan Tewas di Sudan Selatan

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Winda Destiana Putri
sudan selatan
sudan selatan

REPUBLIKA.CO.ID, WAU - Program Pangan Dunia (WFP) mengatakan, tiga pekerja kemanusiaan tewas dalam sebuah bentrokan di Kota Wau, Sudan Selatan, Jumat (14/4). Bentrokan yang terjadi sejak awal pekan ini telah merenggut sedikitnya 16 nyawa.

Ketiga pekerja kemanusiaan, yang merupakan warga Sudan Selatan, itu dilaporkan tewas ketika hendak memasuki gudang WFP untuk menghindari bentrokan antara pasukan pemerintah dan pemberontak. Dua orang tewas terkena sabetan parang dan satu tewas tertembak mati.

"Kami marah dan sedih akan kematian rekan-rekan kami, yang bekerja setiap hari untuk membantu menyediakan makanan bagi jutaan orang sebangsa mereka," ujar Direktur WFP Sudan Selatan, Joyce Luma, dikutip Aljazirah.

Organisasi Internasional untuk Migrasi mengatakan, sebanyak 8.000 orang telah melarikan diri dari bentrokan di Wau, hingga Kamis (13/4). Mereka bergabung dengan lebih dari 3,5 juta warga Sudan Selatan lainnya yang mengungsi akibat perang.

"Pola pelanggaran oleh pasukan pemerintah terhadap warga sipil di Wau telah diprediksi. Tentara membalas dendam terhadap warga sipil tak bersenjata berdasarkan etnis mereka," kata Daniel Bekele dari Human Rights Watch dalam sebuah pernyataan.

Sebelum bentrokan ini terjadi, PBB mengatakan sedikitnya ada 79 pekerja kemanusiaan yang telah tewas sejak Desember 2013. Serangan terhadap pekerja kemanusiaan dan obstruksi terhadap pekerjaan mereka telah memberikan kontribusi terhadap kelaparan yang mempengaruhi 100 ribu orang dan mengancam satu juta lainnya di Sudan Selatan.

Bulan lalu, tiga warga Kenya dan tiga pekerja kemanusiaan Sudan Selatan ditembak mati dalam sebuah serangan. Serangan itu merupakan serangan paling mematikan terhadap pekerja bantuan sejak perang sipil dimulai di negara itu.

Sudan Selatan, yang memisahkan diri dari Sudan pada 2011, telah terperosok dalam krisis kemanusiaan yang buruk. Krisis muncul sejak terjadi perebutan kekuasaan antara Presiden Salva Kiir dan mantan wakilnya Riek Machar, yang meningkat menjadi konflik militer pada 2013.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement