Sabtu 09 Sep 2017 09:55 WIB

Suriah Bantah Laporan PBB Terkait Serangan Kimia

Tim evakuasi bantuan dari Turki membawa korban serangan senjata kimia yang terjadi di kota Idllib, Suriah
Foto: AP
Tim evakuasi bantuan dari Turki membawa korban serangan senjata kimia yang terjadi di kota Idllib, Suriah

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Pemerintah Suriah membantah sebuah laporan PBB yang menuduhnya telah melakukan serangan menggunakan sarin pada April, yang menewaskan sejumlah orang, kata media pemerintah pada Jumat (8/9).

Damaskus mengirim surat kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), berisi pernyataan bahwa Suriah tidak pernah dan tak akan menggunakan gas beracun untuk melawan rakyatnya karena memang tidak memiliki senjata berbahaya tersebut, menurut laporan kantor berita SANA.

Penyidik kejahatan perang PBB mengatakan pada pekan ini, bahwa pasukan Suriah telah menggunakan senjata kimia lebih dari belasan kali selama konflik enam tahun.

Komisi Penyelidikan PBB di Suriah mengatakan bahwa sebuah pesawat tempur pemerintah telah menjatuhkan gas sarin di kota Khan Sheikhoun, provinsi Idlib pada April, menewaskan lebih dari 80 warga sipil. Serangan itu memicu serangan peluru kendali AS terhadap pangkalan udara pemerintah Suriah.

Misi pencari fakta, Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) sebelumnya mengidentifikasi bahwa serangan itu mengandung sarin, zat saraf yang tidak berbau. Namun kesimpulan tersebut tidak menyatakan tuduhan pihak mana yang bertanggung jawab atas serangan itu.

Pemerintah Suriah mengatakan sebelumnya bahwa serangan udara di kota Khan Sheikhoun menghantam sebuah gudang senjata milik unsur pemberontak. Penyidik PBB membantah pernyataan ini.

Pemerintahan Presiden Bashar al-Assad telah berulang kali membantah pihaknya menggunakan senjata kimia dalam perang dan mengatakan bahwa serangannya hanya menyasar pemberontak.

Pada 2013, ratusan warga sipil tewas akibat serangan gas sarin di daerah pinggiran ibukota Damaskus, dalam sebuah serangan yang negara-negara Barat tuduh pemerintahan Bashar adalah dalangnya. Namun Damaskus menuduh pemberontaklah yang bertanggung jawab.

Di tengah kemelut, Amerika Serikat dan Rusia mencoba menengahi kesepakatan di mana Suriah bergabung dengan Konvensi Senjata Kimia internasional. Suriah menyatakan memiliki 1.300 ton senjata kimia atau persediaan bahan kimia industri.

Penyelidik PBB-OPCW mengatakan bahwa pemerintah Suriah terus menggunakan klorin dalam serangannya yang banyak tersedia dan sulit dicari jejaknya. Klorin bukan zat terlarang, namun penggunaan bahan kimia apapun sebagai senjata telah dilarang di bawah Konvensi Senjata Kimia 1997.

Serangkaian penyelidikan PBB-OPCW menemukan bahwa berbagai pihak dalam perang telah menggunakan klorin, gas belerang sulfur dan sarin.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement