Selasa 07 Nov 2017 00:30 WIB

Mahkamah Irak Tegaskan tidak Ada Wilayah yang Pisahkan Diri

Rep: Marniati/ Red: Ani Nursalikah
Relawan dan pasukan Peshmerga Kurdi membawa senjata di utara Kirkuk, Irak.
Foto: Reuters/Stringer
Relawan dan pasukan Peshmerga Kurdi membawa senjata di utara Kirkuk, Irak.

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Pengadilan Tinggi Mahkamah Agung Irak memutuskan pada Senin (6/11) tidak ada wilayah atau provinsi yang dapat memisahkan diri dari wilayah Irak. Putusan ini memperkuat posisi pemerintah yang berusaha mencegah hasil referendum kemerdekaan Kurdi pada September lalu.

Juru bicara pengadilan mengatakan keputusan tersebut merupakan tanggapan atas permintaan dari pemerintah pusat di Baghdad untuk mengakhiri interpretasi yang salah mengenai konstitusi dan menegaskan kesatuan Irak.
 
Setelah keputusan pengadilan, PM Irak Haider al-Abadi mendesak daerah semi-otonomi Kurdi utara untuk mematuhi keputusan pengadilan tersebut. "Kami menyerukan kepada daerah untuk secara jelas menyatakan komitmennya untuk tidak berpisah atau merdeka dari Irak," katanya dalam sebuah pernyataan.
 
Tidak ada reaksi langsung dari pihak Kurdi.
 
Kurdi Irak memilih untuk melepaskan diri dari Irak dalam sebuah referendum yang diadakan pada 25 September, menentang pemerintah pusat di Baghdad serta negara tetangga Turki dan Iran yang memiliki minoritas Kurdi sendiri.
 
Pasukan pemerintah Irak dan Pasukan Mobilisasi Terpopuler yang didukung Iran melancarkan serangan mendadak pada 16 Oktober sebagai pembalasan. Pasukan pemerintah berhasil merebut kembali kendali atas kota minyak Kirkuk dan wilayah-wilayah lain yang disengketakan.
 
Abadi mengatakan pemerintah sekarang mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjatuhkan pemerintah federal tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut terkait hal tersebut. "Baghdad berkomitmen untuk melestarikan persatuan Irak dan mencegah upaya pemisahan," tambahnya.
 
Pengadilan bertanggung jawab untuk menyelesaikan perselisihan antara pemerintah pusat Irak dengan daerah dan provinsi, termasuk Kurdistan. Keputusannya bersifat final dan wajib bagi semua pihak sesuai dengan konstitusi, namun tidak memiliki mekanisme untuk memberlakukan keputusannya di wilayah Kurdi.
 
Sebelumnya pada Senin, Perdana Menteri wilayah Kurdi Nechirvan Barzani mengulangi seruannya untuk menyelesaikan permasalahannya dengan pemerintah pusat melalui dialog dan tidak melalui kekerasan.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement