Sabtu 23 Dec 2017 09:30 WIB

Negara-Negara Arab Yakin AS tak akan Setop Bantuan

Suasana sidang Majelis Umum PBB sebelum pemungutan suara terhadap resolusi yang menentang pengakuan sepihak AS atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Kamis (21/12).
Foto: AP Photo/Mark Lennihan
Suasana sidang Majelis Umum PBB sebelum pemungutan suara terhadap resolusi yang menentang pengakuan sepihak AS atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Kamis (21/12).

REPUBLIKA.CO.ID,AMMAN -- Negara-negara Arab sekutu AS mengatakan mereka tidak memiliki pilihan lain kecuali menentang pengakuan Presiden AS Donald Trump atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Mereka yakin AS tidak akan menghentikan bantuan meski mereka tidak memberikan dukungan, seperti yang telah dikatakan Trump dalam ancamannya.

Sebanyak 128 negara, termasuk negara-negara Arab, telah memberikan suara di Majelis Umum PBB pada Kamis (21/12). Mereka mendesak AS untuk membatalkan pengakuannya terhadap Yerusalem, yang telah diumumkan di awal bulan ini.

Trump sebelumnya telah mengancam akan memotong bantuan keuangan ke negara-negara yang mendukung resolusi PBB terkait Yerusalem. Resolusi yang diajukan Mesir itu didukung oleh semua anggota Dewan Keamanan PBB kecuali AS.

"Setelah dengan bodoh menghabiskan 7 triliun dolar AS untuk Timur Tengah, sekarang saatnya untuk mulai membangun kembali negara kita!" tulis Trump di akun Twitter pribadinya, pada Jumat (22/12).

Di Mesir dan Yordania, ancaman Trump tidak dianggap serius untuk mengundurkan diri dari pendirian kuat demi menentang langkah AS. Keduanya adalah negara-negara penerima bantuan AS, yang sebagian besarnya diinvestasikan dalam proses perdamaian Israel-Palestina.

"Amerika lebih tahu dari siapapun, Yordania yang stabil sangat penting bagi kepentingan AS di wilayah ini," ungkap seorang menteri pemerintah yang meminta tidak disebutkan namanya.

Dalam kerja sama di bidang pertahanan dan lainnya, Yordania menerima sekitar 1,2 miliar dolar AS per tahun dari Washington. "Kami tidak mengharapkan pemerintah Amerika untuk memberikan bantuan, tetapi hal ini hanya akan menambah kesengsaraan bagi perekonomian Yordania," kata menteri tersebut.

Mantan Perdana Menteri Yordania Taher al-Masri mengatakan peran Yordania sebagai sekutu AS di wilayah yang bergejolak, akan membuat bantuan tersebut aman. Kerusuhan selama ini telah menyebabkan serangan terhadap tanah AS.

"Trump tidak memberi kami bantuan dalam bentuk amal. Yordania menjalankan peran regional dalam stabilitas," kata Masri. Bagi negara-negara Arab dan Muslim, apapun ancamannya, keputusan Trump akan Yerusalem tetap tidak dapat diterima.

Sebagai rumah bagi situs suci Muslim, Yahudi, dan Kristen, status Jerusalem telah lama diperjuangkan dalam putaran negosiasi yang gagal, dan memicu konflik mematikan antara Israel dan Palestina. Monarki Yordania adalah penjaga tempat suci Yerusalem, sehingga membuat Amman peka terhadap perubahan status kota yang disengketakan itu.

Sementara Mesir telah menjadi perantara utama kesepakatan damai antara Israel dan Palestina di masa lalu. Kementerian Luar Negeri dan kepresidenan Mesir tidak dapat dihubungi untuk memberikan komentar setelah mengikuti pemungutan suara Majelis Umum PBN.

HA. Hellyer, seorang pakar Mesir di Dewan Atlantik, mengatakan Mesir mungkin merasa aman atas bantuan militer AS senilai 1,3 miliar dolar AS meskipun ada ancaman Trump. Mesir adalah mitra militer penting bagi AS dalam memerangi pemberontak di Semenanjung Sinai yang luas.

"Saya tidak merasa Mesir akan khawatir. Tentu lingkaran dalam Trump tidak akan terlalu terkesan, tapi saya ragu akan melampaui hal itu," ungkap Hellyer dikutip reuters.

Negara-negara Arab lainnya juga sepakat untuk menolak keputusan Trump atas Yerusalem. Sekutu utama AS seperti Arab Saudi dan Irak menegaskan kembali pendirian mereka pada pemungutan suara Majelis Umum.

Kementerian Luar Negeri Irak menggambarkan hasil pemungutan suara itu sebagai kemenangan bagi hukum internasional. Sementara delegasi Arab Saudi mengatakan pemungutan suara atas kepentingan Palestina itu mencerminkan prioritas kebijakan sejak zaman pendiri Arab Saudi, Raja Abdul Aziz.

Belum jelas apakah pemungutan suara PBB dan retorika yang kuat dapat memaksa Washington untuk membalikkan keputusannya. Israel, sekutu terdekat AS di Timur Tengah, telah memberikan pujian kepada Trump. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan kebijakan AS adalah keputusan bersejarah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement