Rabu 11 Apr 2018 01:37 WIB

Inggris Pertimbangkan Intervensi Militer di Suriah

Langkah ini menyusul laporan serangan senjata kimia di Suriah.

Rep: Puti Almas/ Red: Yudha Manggala P Putra
Tim evakuasi bantuan dari Turki membawa korban serangan senjata kimia yang terjadi di kota Idllib, Suriah
Foto: AP
Tim evakuasi bantuan dari Turki membawa korban serangan senjata kimia yang terjadi di kota Idllib, Suriah

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pemerintah Inggris saat ini dilaporkan tengah mendiskusikan opsi intervensi militer yang hendak dilakukan di Suriah. Langkah ini dipertimbangkan menyusul serangan senjata kimia yang kembali terjadi di negara Timur Tengah itu.

"Ini adalah sebuah masalah hidup dan mati, di mana kami akan mendiskusikan langkah yang tepat untuk mengatasinya dengan mitra internasional kami," ujar Menteri Pembangunan Internasional Inggris Penny Mordaunt, Selasa (10/4).

Mordaunt mengatakan kekejaman yang kembali terjadi di Suriah tidak pernah dapat diterima. Ia menegaskan bahwa Pemerintah Inggris akan mencari segala cara untuk melindungi warga sipil tak berdosa mulai dari laki-laki, perempuan, dan anak-anak di Suriah.

Serangan senjata kimia di Suriah yang kali ini kembali terjadi tepatnya di Douma, kota terakhir yang dikuasai pemberontak telah membuat sedikitnya 60 orang tewas dan 1.000 lainnya terluka. Pemerintah Suriah yang dipimpin oleh Presiden Bashar Al Assad tetap diyakini berada di balik insiden tersebut.

Sebelumnya, Perdana Menteri Inggris Theresa May mengatakan bahwa ia akan berbicara dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenai serangan senjata kimia di Suriah kali ini. Kedua negara yang merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB nampaknya hendak mempertimbangkan langkah lebih keras terhadap rezim Pemerintah Suriah atas insiden tersebut.

Sebelumnya, tepatnya pada 2017, insiden serupa juga terjadi di salah satu kota yang dikuasai oposisi Suriah, yaitu Khan Sheikhoun, Provinsi Idlib. Dalam peristiwa itu setidaknya lebih dari 80 orang tewas.

Dari laporan yang ada, korban kesulitan bernapas dan beberapa mengeluarkan busa dari mulut, sebagai dampak dari serangan racun kimia, yang diyakini sebagai gas sarin. AS kemudian merespon serangan ini dengan meluncurkan serangan yang disebut sebagai tindakan balasan dengan meluncurkan bom di pangkalan udara Pemerintah Suriah.

Pemerintah Suriah dan Rusia telah membantah tegas keterlibatan dalam serangkaian serangan senjata kimia tersebut. Kali ini, kedua negara mengusulkan agar dilakukan inspeksi internasional untuk mengusut kasus ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement