Rabu 09 May 2018 17:42 WIB

Turki: AS akan Rugi Keluar dari Kesepakatan Nuklir Iran

Turki membela upaya diplomasi untuk penyelesaian masalah nuklir Iran.

Rep: Marniati/ Red: Nur Aini
Donald Trump
Foto: time.com
Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan keputusan Amerika Serikat (AS) untuk mundur secara sepihak dari perjanjian nuklir Iran merupakan langkah yang tidak menguntungkan.

"Turki selalu membela sikap bahwa isu-isu mengenai program nuklir Iran harus diselesaikan melalui diplomasi dan negosiasi dan telah melakukan upaya intensif ke arah ini," kata kementerian itu dalam siaran pers seperti dilansir Anadolu, Rabu (9/5).

Menurut Kemenlu Turki, Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA) yang diterima pada 2015 merupakan langkah penting yang diambil untuk mencegah proliferasi. Rencana tersebut telah menunjukkan bahwa subjek yang paling sulit pun dapat diselesaikan melalui negosiasi.

Kementerian itu mengatakan kepatuhan Iran dengan kesepakatan itu telah dikonfirmasi oleh laporan berkala dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA). "Dengan demikian, kami menganggapnya sebagai langkah yang tidak menguntungkan bahwa AS telah memutuskan untuk menarik diri dari kesepakatan," katanya. Kemenlu mengatakan, Rencana Aksi Komprehensif Gabungan harus dilindungi dan terus dilaksanakan dengan transparansi penuh, tanpa gangguan dan lengkap, di bawah kendali IAEA.

Juru bicara kepresidenan, Ibrahim Kalin, mengatakan di akun Twitter-nya bahwa perjanjian multilateral akan tetap berlaku berkat partisipasi negara-negara lain. Ia mengatakan keputusan Trump akan menyebabkan ketidakstabilan dan konflik baru.

"Turki akan mempertahankan sikap tegasnya terhadap semua bentuk senjata nuklir," ujarnya.

Sementara itu, Menteri Urusan Uni Eropa Omer Celik menulis di akun media sosialnya bahwa keputusan AS akan membuka pintu untuk perkembangan yang sangat buruk.

"Meskipun tidak ada bukti bahwa Iran melanggar perjanjian, AS mengambil keputusan ini berarti mengambil posisi berlawanan dari sekutu-sekutunya," kata Celik. Ia mengatakan, saat ini yang diperlukan yaitu negosiasi.

Presiden Donald Trump pada Selasa (9/5) memutuskan untuk keluar dari perjanjian nuklir yang digagas oleh kekuatan dunia pada 2015 dengan Iran. Kesepakatan nuklir 2015 menempatkan pembatasan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada program nuklir Iran dengan imbalan miliaran dolar AS dalam bentuk bantuan dari sanksi internasional. Tetapi, Trump mengklaim bahwa itu merupakan kesepakatan terburuk yang pernah ada.

Semua mitra negosiasi AS-Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, Cina, dan Uni Eropa setuju untuk mempertahankan kesepakatan. Menurut negara-negara tersebut perjanjian adalah cara terbaik terkait program nuklir Iran.

Baca juga: Keluar dari Kesepakatan Nuklir, Trump Jatuhi Sanksi Iran

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement