Rabu 16 May 2018 17:43 WIB

Uni Eropa Kukuh Pertahankan Kesepakatan Nuklir Iran

Keinginan Uni Eropa mempertahankan kesepakatan nuklir disetujui Iran.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Sebuah foto yang mengilustrasikan peluncuran misil militer Iran di kota Bushehr, pada akhir Desember 2016. Pemerintah AS baru saja menjatuhkan sanksi kepada Iran atas dugaan kepemilikan misil yang bisa membawa senjata nuklir.
Foto: Amir Kholousi, ISNA via AP
Sebuah foto yang mengilustrasikan peluncuran misil militer Iran di kota Bushehr, pada akhir Desember 2016. Pemerintah AS baru saja menjatuhkan sanksi kepada Iran atas dugaan kepemilikan misil yang bisa membawa senjata nuklir.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini, pada Selasa (15/5), melakukan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif dan menteri luar negeri kelompok E3, yakni Inggris, Prancis, serta Jerman. Pertemuan tersebut digelar dalam rangka membahas kesepakatan nuklir Iran atau dikenal dengan istilah Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA)

Dalam pertemuan terpisah itu, Mogherini menegaskan kembali keinginan Uni Eropa untuk mempertahankan eksistensi kesepakatan nuklir Iran. Hal itu disambut dan disetujui oleh Iran, Inggris, Prancis, serta Jerman. "Kami menegaskan kembali bersama tekad kami untuk terus menerapkan kesepakatan nuklir di semua bagiannya, dengan iktikad baik, dan dalam suasana konstruktif," katanya, dikutip laman kantor berita Rusia TASS, Rabu (16/5).

Mogherini mengatakan Uni Eropa, termasuk Prancis, Inggris, dan Jerman serta Iran sepakat untuk terus berkonsultasi secara intensif di semua tingkatan. Hal itu dilakukan guna mencari solusi agar kesepakatan nuklir Iran dapat tetap dipertahankan walaupun tanpa keterlibatan Amerika Serikat (AS) saat ini.

"Kami akan mengadakan pertemuan Komisi Bersama di Wina pekan depan di tingkat wakil menteri luar negeri atau direktur politik, yang merupakan tingkat biasa di mana Komisi Gabungan bertemu. Dan jelas dalam beberapa hari mendatang kami akan terus bekerja di sepanjang garis-garis ini," kata Mogherini.

Dengan mempertahankan kesepakatan nuklir, Mogherini berharap hal itu dapat membantu memecahkan atau menyelesaikan masalah lainnya, termasuk program rudal balistik Iran. "Dengan kesepakatan nuklir, kami memiliki kesempatan yang lebih baik untuk mengatasi masalah lain yang hadus kami tangani dengan Iran, apakah itu rudal, apakah itu masalah regional," ucapnya.

Ia pun kembali mengutarakan penyesalannya atas keputusan Presiden Donald Trump yang menarik AS dari kesepakatan nuklir Iran. Sebab ia meyakini pencabutan sanksi terhadap Iran merupakan bagian penting dari kesepakatan nuklir Iran.

Kesepakatan nuklir Iran ditandatangani Iran bersama Prancis, Inggris, AS, Jerman, Cina, Rusia, dan Uni Eropa pada Oktober 2015. Kesepakatan tersebut mulai berlaku atau dilaksanakan pada 2016.

Kesepakatan itu tercapai melalui negosiasi yang cukup panjang dan alot. Tujuan utama dari kesepakatan tersebut adalah memastikan bahwa penggunaan nuklir oleh Iran hanya terbatas untuk kepentingan sipil, bukan militer. Sebagai imbalannya, sanksi ekonomi dan embargo yang dijatuhkan terhadap Teheran akan dicabut.

Namun, Presiden AS Donald Trump telah berkali-kali menyatakan ketidakpuasannya terhadap kesepakatan nuklir. Hal itu karena dalam kesepakatan tersebut tak dibahas perihal program rudal balistik Iran, kegiatan nuklirnya selepas 2025, dan perannya dalam konflik Yaman serta Suriah.

Dengan ditariknya AS dari kesepakatan tersebut, Trump memutuskan untuk menjatuhkan sanksi ekonomi baru terhadap Iran. AS juga akan memberi sanksi kepada negara atau perusahaan yang menjalin kerja sama ekonomi atau bisnis dengan Teheran.

Baca: Iran Sebut AS Ingin Gagalkan Kesepakatan Nuklir

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement