Kamis 24 May 2018 16:02 WIB

Liga Arab Putuskan Hubungan Kerja Sama dengan Guatemala

Liga Arab mengecam keputusan AS dan Guetemala memindahkan Kedubes ke Yerusalem.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Seorang pekerja memasang rambu penunjuk arah menuju Kedutaan Besar AS di Kawasan Jerusalem Palestina, Senin (7/5)
Foto: Ronen Zvulun/Reuters
Seorang pekerja memasang rambu penunjuk arah menuju Kedutaan Besar AS di Kawasan Jerusalem Palestina, Senin (7/5)

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Liga Arab memutuskan hubungan kerja sama dengan Guatemala. Hal itu merespons keputusan Guatemala memindahkan kedutaan besarnya untuk Israel ke Yerusalem.

Liga Arab, pada Rabu (23/5), mengatakan telah meninggalkan nota kesepahaman yang ditandatangani dengan Guatemala pada 2013. Liga Arab juga mengumumkan telah memutuskan hubungan dengan negara Amerika Tengah tersebut.

Liga Arab memang mengecam keputusan Amerika Serikat (AS) dan Guatemala yang memindahkan kedutaan besarnya untuk Israel ke Yerusalem. Apalagi saat peresmian Kedutaan Besar AS di Yerusalem, warga Palestina di perbatasan Jalur Gaza menghadapi tindakan brutal dan represif pasukan keamanan Israel.

Lebih dari 65 warga Palestina di Jalur Gaza tewas diserang Israel ketika tengah berdemonstrasi menentang keputusan AS memindahkan kedutaan besarnya ke Yerusalem. Pada 15 April lalu, Komite Permanen Liga Arab untuk Hak Asasi Manusia (HAM) menyerukan jaksa Pengadilan Pidana Internasional segera menyelidiki kejahatan Israel terhadap warga Palestina di Jalur Gaza.

"Israel adalah entitas yang menindas dan membunuh. Para politisi dan perwiranya harus dibawa ke Pengadilan Pidana Internasional," ujar Ketua Komite Permanen Liga Arab untuk HAM Amjad Shamout.

Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki juga telah mengajukan pengaduan ke ICC pada Selasa (22/5). Aduan tersebut berkaitan dengan permukiman ilegal dan kekerasan yang dilakukan pasukan keamanan Israel di perbatasan Jalur Gaza.

Sementara itu, jaksa kepala ICC Fatou Bensouda mengatakan, sebelum seruan dan aduan terkait Israel dilaporkan, pihaknya telah memulai pemeriksaan awal di Palestina. "Sejak 16 Januari 2015, situasi di Palestina telah menjadi subjek untuk pemeriksaan awal dalam rangka memastikan apakah kriteria untuk membuka penyelidikan (terhadap Israel) terpenuhi," katanya.

Selama lebih dari dua tahun melakukan pemeriksaan awal, Bensouda mengklaim telah mengalami kemajuan. "Pemeriksaan pendahuluan ini telah melihat kemajuan penting dan akan terus mengikuti jalur normalnya," katanya.

Ia mengatakan, kantornya mengevaluasi dan menganalisis semua informasi yang diterima secara independen, terlepas dari siapa yang dirujuk. "Pernyataan rujukan atau pasal 12 (3) tidak secara otomatis mengarah pada pembukaan penyelidikan. Seharusnya tidak ada keraguan bahwa dalam situasi ini dan situasi lainnya di depan kantor saya, saya akan selalu mengambil keputusan yang dijamin oleh mandat saya di bawah Statuta Roma," kata Bensouda.

Statuta Roma memungkinkan ICC untuk menyelidiki apakah genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi telah dilakukan di sebuah negara. Hal itu baik karena negara bersangkutan tidak mampu maupun tidak mau melakukan penyelidikan sendiri.

Baca: Palestina Ajukan Syarat Merdeka untuk Perdamaian Timteng

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement