Senin 28 May 2018 17:24 WIB

Relawan Muda Irak Bantu Hidupkan Kembali Mosul

Berawal dari kampanye membangun perpustakaan yang dibakar dan dibom dalam perang

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Bilal Ramadhan
Suasana Kota Mosul, Irak yang dilanda peperangan
Foto: REUTERS/Alkis Konstantinidis
Suasana Kota Mosul, Irak yang dilanda peperangan

REPUBLIKA.CO.ID, MOSUL -- Sekelompok mahasiswa universitas Irak mencoba menjadi relawan untuk menyelamatkan Kota Mosul. Mereka membersihkan puing-puing dan mendistribusikan bantuan di kota yang telah hancur dalam peperangan melawan ISIS itu.

Proyek ini dimulai ketika sekelompok mahasiswa lintas jurusan memutuskan untuk meluncurkan kampanye untuk membantu membangun kembali Perpustakaan Pusat di Universitas Mosul. Bangunan yang dibakar dan dibom dalam perang itu sebagian besar isinya telah hilang.

Akan tetapi mereka kemudian menemukan 30 ribu buku utuh yang terkubur di bawah lapisan abu. Selama lebih dari 40 hari, saat perang masih berkecamuk di sisi lain Mosul, para mahasiswa memindahkan buku tersebut satu per satu dan membawanya ke tempat yang aman.

"Seluruh kota yang memiliki sejarah masa lampau yang gemilang, telah kehilangan banyak warisan dan budayanya: makam Nabi Yunus, menara Al-Hadbah yang lebih tua dari Irak itu sendiri. Sungguh hebat kami dapat menyelamatkan sebagian dari warisan ini," kata Raghad Hammadi (25 tahun), seorang mahasiswa keperawatan.

Hammadi mengatakan, di antara buku-buku yang dapat diselamatkan, sebagiannya adalah tulisan tangan para ulama Mosul. Mereka memasukkan edisi-edisi yang ditulis dalam bahasa Moslawi, dialek yang berbeda dari wilayah yang dulu dikenal sebagai pusat keilmuan Islam.

Di tempat lain, sejumlah relawan membersihkan puing-puing dan sampah, membuka jalan, mengebor sumur air, dan mendistribusikan bantuan. "Situasi di Mosul sekarang jauh lebih baik dan ini disebabkan oleh revolusi yang terjadi di dalam Mosul, di kalangan kaum muda," ujar dia.

Berbulan-bulan setelah pasukan Irak mengumumkan kontrol penuh atas Kota Mosul, kehidupan kembali muncul di sejumlah tempat. Tetapi sebagian besar kota masih sepenuhnya hancur.

Diyaa Al Taher (30), seorang warga yang tengah merehabilitasi rumahnya, mengatakan kebanyakan orang, meskipun miskin, telah kembali ke rumah mereka yang tinggal tersisa puing-puing. "Kemiskinan dapat lebih berbahaya daripada ISIS. Jika kota tetap seperti ini dan orang miskin tidak dapat menemukan apapun untuk dimakan, mereka akan melakukan apa saja," kata Taher.

Taher mengatakan, targetnya adalah merehabilitasi 1.000 rumah. Sejauh ini ia telah selesai merehabilitasi 75 rumah dengan hanya mengandalkan sumbangan dari penduduk setempat.

Marwa Al Juburi (25 tahun), seorang janda cerai, adalah salah satu orang pertama yang menjadi sukarelawan, segera setelah ia dan keluarganya lolos dari pertempuran. "Ini adalah keajaiban bahwa kami bahkan berhasil lolos. Sejak saat itu saya menolak untuk tinggal di rumah lagi. Saya menolak untuk dibungkam lagi," ungkapnya.

Dia mengatakan dia harus mengatasi stigma negatif sebagai wanita dan janda untuk melakukan sebuah pekerjaan. Al Juburi kemudian menjalankan kegiatan untuk anak-anak dan membantu mengoordinasikan akses keluarga ke perawatan dan peralatan medis.

Timnya juga mengatur perbaikan taman yang sebelumnya telah digunakan sebagai tempat pelatihan militer bagi para militan ISIS yang memerintah kota selama tiga tahun. Al Juburi, yang masih dihantui oleh kenangan di malam pelarian mereka, mengatakan jika Mosul dibangun kembali, penduduknya masih membutuhkan bantuan untuk mengatasi beban mental.

"Pada akhirnya, kota akan dibangun kembali, bahkan jika membutuhkan waktu 1.000 tahun. Tetapi jika pikiran dihancurkan, maka kota akan hilang tanpa harapan kebangkitan," ujar dia.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement