Senin 25 Jun 2018 13:13 WIB

Assad: Suriah akan Memulihkan Diri Sendiri

Assad sebut proses rekonstruksi negaranya mungkin akan memakan waktu lebih lama

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Bilal Ramadhan
Bashar Al-Assad
Foto: myfirstclasslife.com
Bashar Al-Assad

REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Presiden Suriah Bashar al-Assad mengatakan Suriah dapat melakukan rekonstruksi dan memulihkan diri sendiri setelah perang. Pernyataan ini disampaikannya dalam sebuah wawancara khusus dengan media Rusia, Itogi Nedeli, pada Ahad (24/6).

"Meskipun perang sedang berlangsung sekarang, kami memiliki cukup kekuatan untuk memulihkan negara, kami yakin akan hal itu," kata Assad, seperti dilaporkan laman kantor berita Rusia, Tass.

"(Jika) kami tidak memiliki uang, kami akan meminjam dari teman-teman kami, dari orang-orang Suriah yang tinggal di luar negeri, dan dari perbendaharaan negara kami. Kami tidak khawatir tentang itu," tambah dia.

Assad menekankan, proses rekonstruksi negaranya mungkin akan memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan dan akan menelan biaya sekitar 400 miliar dolar AS. Menurut Assad, ada banyak perusahaan Eropa yang berencana memberikan bantuan untuk rekonstruksi pascaperang di Suriah.

"Ketika negara-negara Eropa berbicara tentang bantuan untuk rekonstruksi Suriah, mereka akan berpikir tentang bagaimana agar bisa mendapatkan uang lebih, daripada bagaimana agar bisa membantu Suriah. Banyak perusahaan Eropa menghubungi kami dan mencoba membuka pintu investasi mereka di Suriah," papar dia.

Assad menegaskan, tidak ada perang saudara di Suriah. Menurut dia, yang ada adalah perang terhadap tentara bayaran dan teroris. "Tidak ada perang saudara di Suriah karena perang saudara berasal dari konflik antaragama, etnis, dan lainnya. Ke mana pun Anda pergi, termasuk ke wilayah yang dikendalikan oleh pemerintah, Anda akan melihat semua lapisan Masyarakat Suriah hidup berdampingan dengan damai. Ini adalah keadaan sebenarnya," ungkap Assad.

"Bukan orang-orang Suriah yang menembak satu sama lain, itu adalah pekerjaan tentara bayaran dan teroris," tambah dia.

Menurut Assad, konflik akan mengkonsolidasikan masyarakat Suriah. Masyarakat yang beragam di negara ini telah menjadi jauh lebih terkonsolidasi daripada sebelum perang.

Ia menambahkan, reformasi konstitusional di Suriah hanya bergantung pada pilihan rakyat Suriah. "Reformasi konstitusional apapun tidak ada hubungannya dengan pemerintah. Ini keinginan rakyat Suriah. Jika kita menginginkan perubahan, maka referendum nasional akan diperlukan. Jika masyarakat mendukung konstitusi baru dalam plebisit, kami akan mengadopsinya," katanya.

Assad menegaskan, hal itu akan terjadi bukan karena PBB atau karena negara asing menginginkannya, tetapi karena rakyat Suriah telah mengambil keputusan. Konstitusi yang digunakan Suriah saat ini diadopsi pada Februari 2012 dengan menggunakan sistem multipartai.

Assad memenangkan 88 persen suara dalam pemilihan multipartai pertama di Suriah, pada Juni 2014. Ia kemudian menjabat di kantor kepresidenan di bawah konstitusi baru, meskipun itu adalah masa jabatan ketiganya berturut-turut. AS dan Uni Eropa menolak mengakui pemilu tersebut karena dianggap tidak sah dan tidak demokratis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement