Selasa 03 Jul 2018 20:26 WIB

Lima Negara Kekuatan Dunia Bahas Nuklir Iran

Amerika Serikat memutuskan hengkang dari kesepakatan nuklir Iran pada 8 Mei 2018.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Proyek reaktor nuklir Arak di Iran.
Foto: Reuters/ISNA/Hamid Forootan/Files
Proyek reaktor nuklir Arak di Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Menteri luar negeri Iran dan lima negara kekuatan dunia, yakni Inggris, Cina, Prancis, Jerman, dan Rusia, akan menggelar pertemuan di Wina, Austria, pada 6 Juli mendatang. Pertemuan itu diselenggarakan untuk membahas cara-cara menyelematkan kesepakatan nuklir Iran.

"Pada pertemuan tersebut, yang diadakan atas permintaan Iran, menteri luar negeri Iran dan lima kekuatan dunia akan membahas paket Eropa yang diusulkan dan langkah-langkah untuk melindungi perjanjian tersebut," kata kantor berita Iran, Islamic Republic News Agency, dalam laporannya pada Selasa (3/7).

Pengumuman itu muncul ketika Presiden Iran Hassan Rouhani dan Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif tengah berkunjung ke Swiss. Dari Swiss, Rouhani dan Zarif akan bertolak ke Austria dan singgah di Bern pada 3 Juli. Setalah itu, keduanya akan pergi ke Wina untuk menghadiri pertemuan yang dijadwalkan.

Prancis, Inggris, Jerman, beserta Uni Eropa memang sedang berupaya untuk mempertahankan kesepakatan nuklir Iran setelah Amerika Serikat (AS) hengkang dari kesepakatan tersebut pada 8 Mei lalu. Mereka berpendapat kesepakatan nuklir Iran masih berfungsi sebagai alat untuk menciptakan stabilitas di kawasan Timur Tengah.

Namun AS berpandangan lain. Presiden AS Donald Trump menilai kesepakatan nuklir masih belum memadai karena memberi ruang kepada Iran untuk mengembangkan rudal balistiknya. Dalam kesepakatan tersebut memang tak disinggung perihal kegiatan pengembangan rudal Iran.

Kesepakatan yang ditandatangani pada 2015 itu hanya mewajibkan Iran untuk tidak memanfaatkan nuklir untuk kepentingan militer. Nuklir hanya diizinkan digunakan untuk kepentingan sipil atau energi saja. Sebagai gantinya, sanksi ekonomi yang diterapkan kepadanya akan dicabut.

Pada 21 Mei, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo telah mengajukan 12 tuntutan untuk memperbarui kesepakatan nuklir Iran. Tuntutan tersebut antara lain meminta Iran menyerahkan laporan lengkap tentang program nuklirnya kepada Badan Energi Atom Internasional (IAEA), memberikan IAEA akses tanpa syarat ke seluruh situs nuklir Iran, mengakhiri proliferasi rudal balistik, menghentikan dukungan terhadap kelompok teroris di Timur Tengah, termasuk Hizbullah, Hamas, dan Jihad Islam, serta menarik pasukannya dari seluruh Suriah.

Pompeo pun melayangkan ancaman akan menjatuhkan sanksi terberat dalam sejarah bila Iran mengabaikan tuntutan-tuntutan tersebut. "Sengatan sanksi hanya akan tumbuh lebih menyakitkan jika rezim (Iran) tak mengubah arah dari jalan yang tidak dapat diterima dan tidak produktif yang telah dipilihnya untuk dirinya sendiri dan rakyat Iran. Ini akan menjadi sanksi terkuat dalam sejarah pada saat kita selesai," katanya.

Presiden Iran Hassan Rouhani menyatakan negaranya tidak akan memenuhi tuntutan yang diajukan AS untuk merevisi kesepakatan nuklir. Menurutnya era AS membuat keputusan untuk seluruh dunia telah berakhir.  "Negara-negara merdeka. Kami akan melanjutkan jalan kami dengan dukungan bangsa kami. Siapa Anda (AS) mengambil keputusan untuk Iran dan dunia?," kata Rouhani.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement