Rabu 07 Nov 2018 10:36 WIB

Berusia 94 Tahun, Penjaga Kamp Nazi Menangis Saat Diadili

Jaksa menyebut para tahan Nazi tewas digas, ditembak atau dibiarkan mati kelaparan.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
Pembantaian Yahudi oleh Nazi Jerman atau sering disebut Holocaust (Ilustrasi)
Foto: hurriyetdailynews.com
Pembantaian Yahudi oleh Nazi Jerman atau sering disebut Holocaust (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Seorang mantan penjaga kamp Nazi menangis di hari pertama persidangannya pada Senin (5/11). Ia dituduh terlibat dalam pembunuhan massal di kamp konsentrasi Nazi selama Perang Dunia II.

Pria Jerman berusia 94 tahun itu berasal dari distrik barat Borken, di negara bagian North Rhine-Westphalia. Dia bertugas sebagai penjaga dari Juni 1942 hingga September 1944 di kamp Stutthof dekat Danzig, sekarang Gdańsk, di Polandia.

Lebih dari 100 tahanan Polandia tewas pada 21 dan 22 Juni 1944 akibat gas beracun. Beberapa ratus tahanan Yahudi juga tewas dari Agustus hingga Desember 1944 sebagai bagian dari operasi "Final Solution" yang dilakukan Nazi.

Terdakwa yang diidentifikasi bernama Johann R, memasuki pengadilan regional Munster dengan kursi roda dan bantuan tongkat, untuk menghadapi dakwaan atas pembunuhan beberapa ratus tahanan kamp. Ia terlihat menangis ketika kesaksian dari korban selamat tragedi Holokus dibacakan oleh pengacara mereka.

Baca juga, Amazon Hentikan Penjualan Barang Nazi.

Salah satu korban selamat, Marga Griesbach, menuturkan bagaimana dia melihat adik laki-lakinya yang berusia enam tahun untuk terakhir kalinya sebelum dimasukkan ke kamar gas di Auschwitz. Sementara korban selamat lainnya dari Indianapolis AS menuduh terdakwa telah membantu membunuh ibunya.

Jaksa Dortmund, Andreas Brendel, mengatakan terdakwa diadili di bawah hukum anak-anak karena dia berusia antara 18 atau 20 tahun pada saat dugaan kejahatan. Ia dituduh dalam kapasitasnya sebagai penjaga, telah berpartisipasi dalam operasi pembunuhan.

"Banyak orang digas, ditembak, atau dibiarkan mati kelaparan. Para penjaga tahu tentang metode pembunuhan itu," ujar Brendel, dikutip The Guardian.

Surat kabar Die Welt melaporkan, ketika diinterogasi oleh polisi pada Agustus 2017, terdakwa mengatakan dia tidak tahu apa-apa tentang kekejaman yang terjadi di kamp. Saat ditanya mengapa tahanan kamp sangat kurus, dia mengatakan bahwa saat itu makanan sangat langka untuk semua tahanan.

Kamp Stutthof didirikan pada 1939 dan telah menahan 110 ribu tahanan. Menurut Museum Stutthof, sebanyak 65 ribu tahanan tewas dalam kamp tersebut.

Persidangan kemungkinan akan berlangsung selama maksimal dua jam karena usia terdakwa. Meski demikian, Brendel mengatakan secara mental, terdakwa masih dalam keadaan sehat.

Terdakwa berencana untuk membuat pernyataan selama persidangan. Jika terbukti bersalah, dia menghadapi hukuman hingga 15 tahun penjara. Tetapi mengingat usianya dan kemungkinan banding, tidak mungkin dia akan dipenjara.

Brendel mencatat, hukum Jerman tidak memiliki undang-undang pembatasan pembunuhan dan menunjuk pada keharusan moral untuk mengejar kasus ini. "Jerman berutang kepada keluarga dan korban untuk mengadili kejahatan Nazi. Ini adalah soal hukum dan moral," ungkap Brendel.

Jerman telah berupaya mengadili personel yang masih hidup dari dinas keamanan Nazi yang dikenal sebagai SS, setelah dasar hukum untuk menuntut mantan anggota Nazi berubah pada 2011. Mantan penjaga kamp Nazi, John Demjanjuk, telah diadili terlebih dahulu.

Demjanjuk dijatuhi hukuman bukan karena kekejaman yang dilakukan, tetapi atas dasar penugasannya di kamp Sobibor di Polandia dan telah menjadi roda penggerak dalam mesin pembunuh Nazi.

Pengadilan Jerman kemudian menghukum Oskar Groening, seorang akuntan di Auschwitz, dan Reinhold Hanning, mantan penjaga SS di kamp yang sama atas tuduhan pembunuhan massal. Namun kedua pria, yang divonis pada usia 94 tahun, itu meninggal sebelum mereka menjalani hukuman dipenjara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement