Senin 26 Nov 2018 13:58 WIB

Oposisi: Iran di Balik Serangan Kimia di Aleppo

Iran dinilai bagian dari masalah di Suriah.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
Kehancuran di Aleppo, Suriah.
Foto: AP Photo/Aleppo Media Center AMC
Kehancuran di Aleppo, Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, ALEPPO -- Kepala High Negotiations Committee Suriah, Naser al-Hariri, menuduh milisi Iran berada di balik serangan kimia yang menargetkan Aleppo. Kepada saluran berita al-Hadath, Hariri mengatakan, Iran juga berusaha membatalkan kesepakatan Sochi di Idlib.

"Kehadiran Iran di Suriah dan di selatan belum pernah terjadi sebelumnya. Iran baru-baru ini mendirikan banyak situs militer, markas besar, pusat pelatihan, dan lain-lain," kata Hariri. High Negotiations Committee adalah badan yang diciptakan untuk mewakili oposisi Suriah dalam perundingan perdamaian Jenewa yang direncanakan pada 2016.

Baca juga, AS Kecam Bom Rusia dan Suriah yang Tewaskan Oposisi.

Dia menambahkan, Teheran adalah bagian dari masalah dan bukan bagian dari solusi untuk perang di Suriah. Keputusan atau upaya untuk melemahkan Iran secara militer, politik, atau ekonomi, kata ia, akan memiliki dampak positif pada perang Suriah.  "Tetapi tindakan itu saja tidak cukup," ungkapnya.

Serangan kimia di Aleppo terjadi setelah pasukan Pemerintah Suriah dilaporkan telah menewaskan sembilan orang pada Sabtu (24/11) di Idlib yang dikuasai oposisi. Media pemerintah kemudian melaporkan, senjata pemberontak telah membuat puluhan orang di Aleppo mengalami masalah pernapasan.

Kesepakatan untuk menciptakan zona demiliterisasi telah dilanggar dengan adanya serangan militer terhadap wilayah Idlib, termasuk Aleppo dan Hama. Awal bulan ini, Rusia menuduh oposisi mencoba untuk menghancurkan kesepakatan itu. Sementara para milisi balik menuduh tentara Suriah dan sekutunya telah menyerang wilayah tersebut.

Komandan militer National Liberation Front (FNL), Abdul-Salam Abdul-Razzaq, mengatakan kelompoknya tidak memiliki senjata kimia atau kemampuan untuk menggunakannya. "Ini adalah kebohongan, kaum revolusioner tidak memiliki senjata kimia atau laboratorium untuk membuatnya, dan mereka tidak memiliki alat yang harus digunakan," kata dia, dikutip Al Arabiya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement