Ahad 09 Dec 2018 12:18 WIB

Houthi Minta Zona Netral di Konflik Yaman

Houthi melakukan pembicaraan damai dengan koalisis Saudi.

Rep: Marniati/ Red: Nur Aini
Asap muncul dari ledakan di sebuah depot senjata yang diduduki milisi Houthi sehari setelah AS menuduh Iran mempersenjatai milisi Houthi dengan rudal, di Sana'a, Yaman, Jumat (15/12).
Foto: EPA-EFE/YAHYA ARHAB
Asap muncul dari ledakan di sebuah depot senjata yang diduduki milisi Houthi sehari setelah AS menuduh Iran mempersenjatai milisi Houthi dengan rudal, di Sana'a, Yaman, Jumat (15/12).

REPUBLIKA.CO.ID, SWEDIA -- Salah seorang pejabat Houthi yang bertindak sebagai negosiator mengusulkan agar kota pelabuhan utama Yaman Hodeidah dinyatakan sebagai zona netral. Houthi mengontrol pusat populasi utama di Yaman, termasuk ibu kota Sanaa dan pelabuhan Laut Merah Hodeidah.

Utusan khusus PBB Martin Griffiths mencoba untuk mencegah serangan besar-besaran terhadap Hodeidah, titik masuk untuk sebagian besar barang komersial dan bantuan vital Yaman.

"Ini (Hodeidah) seharusnya menjadi zona netral terpisah dari konflik, dan brigade militer yang datang dari luar provinsi Hodeidah harus pergi," kata negosiator Houthi, Mohammed Abdusalam, kepada Reuters di sela-sela pembicaraan damai dengan koalisi Saudi.

Pembicaraan damai yang didukung PBB ini difokuskan pada langkah-langkah membangun kepercayaan, termasuk membuka kembali bandara Sanaa dan gencatan senjata di Hodeidah. Hal itu dapat mengarah pada gencatan senjata yang lebih luas dalam mengakhiri konflik yang berlangsung hampir empat tahun tersebut. Konflik ini telah mendorong Yaman ke ambang kelaparan.

Abdusalam juga ditanya tentang kemungkinan pasukan Houthi menarik diri dari Hodeidah. "Tidak akan ada kebutuhan untuk kehadiran militer di sana jika pertempuran berhenti. Hodeidah adalah pusat ekonomi dan harus tetap seperti itu demi semua orang Yaman," katanya

Ia mengatakan Houthi telah mengusulkan kepada PBB untuk mengawasi pelabuhan dan  logistiknya serta semua masalah teknis yang terjadi di kota itu. Ia menolak untuk mengatakan siapa yang akan mengendalikan kota tersebut jika kedua pasukan  pergi.

Pemerintah Yaman tetap memiliki prinsip bahwa Hodeidah harus berada di bawah kendalinya. Griffiths memperoleh kesepakatan pertukaran tahanan pada hari pertama  pembicaraan dimulai. Namun sebuah sumber di PBB mengatakan, kedua pihak masih memiliki perselisihan terkait bandara Sanaa dan Hodeidah.

Negosiator Houthi mengatakan komite khusus masih mendiskusikan jumlah tahanan yang terlibat. "Masalahnya adalah dengan kepercayaan, (kedua pihak) tidak ingin memberikan angka yang tepat karena masing-masing khawatir bahwa pihak lain akan menyembunyikan sesuatu," katanya.

Abdusalam mengatakan kelompoknya terbuka untuk kemungkinan peran PBB di bandara Sanaa agar mendapatkan persetujuan  membuka kembali fasilitas tersebut, yang telah dibom beberapa kali.

"Penutupan bandara Sanaa adalah keputusan politik bukan karena masalah keamanan jika kami setuju pembukaan kembali, kami siap untuk membahas rincian itu," katanya.

Bandara ini berada di wilayah Houthi tetapi akses dibatasi oleh koalisi yang dipimpin Saudi, yang mengontrol ruang udara. Pada Jumat, pemerintah mengusulkan membuka kembali bandara Aden atau Sayun yang berada di bawah kendalinya. Tetapi Houthi menolak ini.

Abduslam mengatakan setiap solusi politik untuk perang harus dimulai dengan menguraikan periode transisi dengan jangka waktu yang tepat, dan harus mencakup semua partai politik di negara itu. Abdusalam mengatakan gencatan senjata akan menjadi pilihan pertama untuk solusi politik. "Selama serangan masih terjadi, tidak akan ada ruang untuk  negosiasi," katanya.

Perang Yaman telah menyebabkan 15,9 juta orang atau 53 persen dari populasi, menghadapi kesulitan dan kelaparan.

Baca: Donald Trump Kembali Bantah Terlibat Kolusi dengan Rusia

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement