Selasa 19 Feb 2019 19:21 WIB

El Baradei Khawatir Langkah Presiden Mesir al-Sisi

Perubahan konstitusi dinilai hanya untuk melanggengkan kekuasaan Sisi.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Mesir Jenderal Abdel Fatah al-Sisi.
Foto: Reuters
Presiden Mesir Jenderal Abdel Fatah al-Sisi.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Rencana Presiden Mesir, Abdul Fattah al-Sisi, dan para pendukungnya di parlemen untuk melakukan amandemen konstitusi mengundang kekhawatiran berbagai pihak. Al-Sisi dan pendukungnya berupaya melakukan perubahan konstitusi negara itu dengan memperpanjang masa jabatan presiden menjadi enam tahun, dari sebelumnya empat tahun.

Banyak kalangan yang mengkhawatirkan Sisi semakin memperkuat kekuasaan otoriternya dan mengabadikan dominasi militer di negara ini. Jika amandemen konstitusi terwujud, kekhawatiran muncul bahwa Sisi akan memiliki kekuatan untuk menunjuk hakim dan jaksa penuntut umum di negara itu.

Baca Juga

Sementara itu, pengadilan tinggi juga dinilai akan diperlemah kemampuannya untuk memeriksa rancangan undang-undang. Militer yang dinyatakan amandemen sebagai 'wali' dan 'pelindung' konstitusi Mesir, akan mengendalikan penunjukan menteri pertahanan.

Politisi oposisi di pengasingan, Mohamed El Baradei, menanggapi hal tersebut melalui jejaring sosial Twitter. El Baradei sebelumnya mengundurkan diri dari wakil presiden setelah pasukan keamanan al-Sisi menewaskan lebih dari 800 pengunjuk rasa pada 2013.

"Proyek untuk mengubah konstitusi #Mesir berlangsung dan dalam kecepatan penuh. Musim Semi Arab terbalik!" kata ElBaradei, seperti dilansir di The New York Times, Selasa (19/2).

Dalam sebuah surat, 10 kelompok hak asasi manusia Mesir memperingatkan bahwa amandemen itu akan memungkinkan Sisi mempertahankan kekuasaan seumur hidup dan menjalankan kekuasaan secara sepihak.

Faktanya, di bawah kepemimpinan Sisi, Pemerintah Mesir telah memenjarakan puluhan ribu oposisi. Selain itu, rezim Sisi juga melarang ratusan situs web dan melakukan kontrol ketat terhadap pengadilan.

Menurut kelompok-kelompok HAM, media berita hampir seluruhnya berada di bawah kendali pemerintah. Sementara penyiksaan dianggap hal biasa di penjara-penjara Mesir.

Namun, adapula warga Mesir lainnya yang seolah kurang peduli dengan perubahan konstitusi tersebut. Seorang penjaga toko di Kairo, Daniel (31), tampaknya pasrah dengan keadaan.  "Saya benar-benar tidak peduli. Lagipula Sisi akan tetap berkuasa, amandemen atau tidak," ujarnya.

Sementara itu, para diplomat di Mesir mengatakan, anggota parlemen oposisi telah diperingatkan untuk meredam kritik publik terhadap amandemen tersebut. Menentang Sisi berarti siap mengambil risiko.

Tiga pesaing Sisi di pemilihan umum tahun lalu masih dipenjara hingga kini. Sementara pekan lalu, pengadilan Mesir telah memenjarakan 26 anggota yang diam-diam melakukan kampanye akar rumput menentang pemilihannya kembali.

Salah satu dari sedikit anggota parlemen yang berbicara secara terbuka menentang perubahan, Haitham Elhariri, mengatakan kepada parlemen bahwa mereka melanggar konstitusi inti dan martabat warga Mesir.  "Kebanyakan orang menghormati dan menghargai angkatan bersenjata. Tapi saya keberatan jika mereka memasuki ruang politik," kata Elhariri.

Sejumlah kelompok HAM memperingatkan bahwa pemerintah Sisi akan merusak independensi peradilan di Mesir. Michael Page dari Human Rights Watch mengatakan, pemerintah Sisi didorong oleh berlanjutnya kebungkaman sekutu-sekutunya.

"Jika AS, Inggris, dan Prancis ingin menghindari konsekuensi destabilisasi dari membudayakan kekuasaan otoriter di Mesir, mereka harus bertindak sekarang," ujar Page.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement