Sabtu 31 Aug 2013 07:35 WIB

Mursi Dikudeta, Antek Rezim Mubarak Kembali ke Medan Politik

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Heri Ruslan
Adly Mansour
Foto: AP/Amr Nabil
Adly Mansour

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO --  Pemerintahan Mesir sementara pimpinan Presiden Adli Mansour memberikan kebebasan pejabat rezim Husni Mubarak kembali ke medan politik.

Lewat anggota Komite-50, Mansour juga meminta badan pembentuk undang-undang baru Mesir itu melarang pembentukan partai politik berbasis agama. Mansour merekomendasikan 10 nama anggota (Panel-10) mewakili pemerintah di Komite-50.

Panel pemerintah tersebut memprioritaskan pencoretan pasal 37 dalam UUD Mesir 2012. Regulasi nasional bikinan Ikhwanul Muslimin (IM) itu dikatakan tidak lagi relevan. Kanal berita al-Arabiyah melansir, pemerintahan baru menganggap Presiden Muhammad Mursi (2012) tidak demokratis dengan melakukan isolasi politik terhadap rezim Mubarak.

Padahal, demokrasi, dikatakan Panel-10 memberikan kebebasan bagi siapapun untuk berpolitik.Panel-10 mengusulkan draft UUD baru yang melegalkan pejabat-pejabat lama untuk kembali berpartisipasi.

Dalam pasal 55 draft UUD tersebut menyatakan, kebebasan bagi warga negara untuk membentuk partai politik dan berpartisipasi di pemerintahan. Akan tetapi, kejanggalan mencuat dalam kelanjutan pasal tersebut.

Dikatakan, dalam bagian pasal 55, partisipasi politik melarang terbentuknya partai-partai berbasis agama dan sekterian. Panel-10 juga mengusulkan agar pasal dua dalam UUD 2012 dihapuskan.

Panel-10 merekomendasikan draft rancangan tandingan yang menyatakan Mesir tidak lagi mengakui prinsip-prinsip Islam dalam konstitusi. UUD 2012 pasal 219 juga dihapus. Pasal tersebut terang menyatakan Islam sebagai agama negara.Ahram mengatakan, Panel-10 merupakan delegasi sekuler di badan pembuat UUD. Panel tersebut memulai debutnya di Komite-50 saat Jumat (30/8).

Rancangan UUD baru Mesir dikatakan tidak akan mencerminkan nilai-nilai yang tidak universal.Sementara itu, perburuan Pasukan Keamanan Mesir terhadap petinggi IM terus dilakukan. Kali ini, militer menangkap Mohammed el-Belthagi.

Nama terakhir adalah salah satu Juru Bicara Ikhwanul Muslimin paling vokal dan juga petinggi sayap politik IM, Partai Keadilan dan Kebebasan Mesir (FJP).Belthagi ditangkap saat Kamis (29/8) waktu setempat dalam sebuah perburuan di Provinsi Giza.

Televisi pemerintah menayangkan penangkapan Belthagi bak penangkapan terhadap buronan bersenjata. Laki-laki 50 tahun itu disergap oleh satuan militer bertopeng dan bersenjata laras panjang.Tidak ada perlawanan saat penangkapan dirinya.

Belthagi terlihat tersenyum saat tentara menggiringnya. Ahram menampilkan sebuah dokumentasi keramahan Belthagi saat berfoto dengan dua tentara. Namun Belthagi tetap dianggap sebagai buronan.

Banyak sangkaan pidana dialamatkan padanya.Rezim sementara di Ibu Kota Kairo itu mendakwa Belthagi dengan pembuat kerusuhan. Namanya tercatat sebagai orang paling dicari oleh militer lantaran menjadi dalang setiap aksi IM melawan pemerintahan Mansor dan militer.

Belthagi menghilang sejak peristiwa Rabaa al-Adawiyah 14 Agustus lalu.Selain Belthagi, tercatat sekira 60 petinggi IM yang kini mendekam di penjara. Termasuk Mursi. Penangkapan petinggi lainnya juga terus dilakukan.

Militer bermaksud menghilangkan pengaruh pemimpin IM untuk meredakan situasi dan keamanan di Mesir. Saat ini IM dianggap militer sebagai basis massa paling berbahaya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement