Senin 01 Dec 2014 15:28 WIB

Penggusuran Paksa Demi Zona Penyangga, Mesir Dianggap Langgar HAM

Rep: C84/ Red: Julkifli Marbun
Pintu gerbang perbatasan Rafah.
Foto: imemc.org
Pintu gerbang perbatasan Rafah.

REPUBLIKA.CO.ID, HAMRAFAH -- Kelompok Hak Asasi Manusia Amnesti Internasional menyatakan bahwa Mesir telah menggusur sekitar 1.165 keluarga di Rafah untuk pembangunan Zona Penyangga di perbatasan Gaza tersebut.

Hassiba Hadj Sahraoui, Wakil Direktur Amnesty International untuk Timur Tengah dan Afrika Utara mengatakan kekhawatiran dirinya bahwa masih ada sejumlah rumah warga yang akan dibongkar paksa dalam beberapa pekan ke depan.

"Skala penggusuran paksa sangat menakjubkan. Pemerintah Mesir telah mengusir lebih dari seribu keluarga keluar dari rumahnya hanya dalam hitungan hari dan mengabaikan hukum internasional dan nasional," ujar Sahraoui, seperti dilansir Albawaba, Senin (1/12).

Pembongkaran rumah warga dengan buldoser hingga hanya menyisakan puing-puing, menurutnya sebagai sebuah adegan yang mengejutkan.

Ia melanjutkan bahwa Pemerintah Mesir telah menghancurkan sekitar 800 rumah selama November lalu.Penghancuran rumah dan mengevakuasi warga dari wilayah tersebut adalah misi Mesir untuk mendirikan Zona Penyangga menyusul serangan yang menewaskan 33 tentara Mesir di Sinai Utara pada (24/10).

Kelompok bersenjata Ansar Bait al-Maqdishas mengaku bertanggung jawab atas serangan ini.

Perdana Menteri Mesir Ibrahim Mahlab sehari setelah tewasnya 33 tentara Mesir mengeluarkan mandat hukum untuk menciptakan zona penyangga oleh Rafah. Menurut laporan media pemerintah, sedikitnya 238 anggota pasukan keamanan Mesir telah tewas di Sinai Utara sejak 3 Juli 2013.

Amnesti Internasional menilai Mesir memang memiliki hak untuk langkah-langkah keamanan, tetapi harus melakukannya dalam batas-batas hukum hak asasi manusia internasional.

Kata Sahraoui, penggusuran paksa dan warga tidak diberi pemberitahuan yang memadai, serta kompensasi yang tidak layak dianggap telah mengabaikan hukum-hukum HAM. Dalam banyak kasus, katanya, warga tidak diberi peringatan resmi sama sekali dan mendengar dari media bahwa mereka hanya memiliki waktu 48 jam untuk meninggalkan rumah mereka.

"Rencana untuk memperluas zona penyangga tidak harus menyertakan penggusuran lagi. HAM warga di Sinai Utara tidak bisa diinjak-injak atas nama keamanan," tegas Sahraoui.

Dalam sebuah wawancara pada (20/11) di Perancis, Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sissi mengatakan bahwa penghancuran rumah telah sesuai prosedur dan menjelaskan bahwa penduduk setempat telah diberitahu.

"Dalam perjuangan kami melawan terorisme, kita selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan kehidupan manusia dari warga sipil. Kami selalu menghormati hak asasi manusia, " ujar Sisi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement