Senin 26 Sep 2016 19:35 WIB

UEA Segera Tetapkan Aturan Ketat Terkait Drone

Drone. Ilustrasi
Foto: Foxnews
Drone. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, ABU DHABI -- Uni Emirat Arab (UAE) akan menetapkan ketentuan lebih ketat mengatur penjualan pesawat nirawak (drone) berikut kegiatannya, kata pengawas penerbangan, Senin (26/9).

Langkah itu bertujuan menekan bahaya akibat perangkat tanpa awak tersebut. Bandar udara antarbangsa Dubai ditutup satu jam pada 12 Juni akibat kegiatan pesawat nirawak di sekitar wilayah udara itu yang menyebabkan kerugian jutaan dolar.

"Beberapa peristiwa terjadi dan sulit menempatkan pesawat nirawak dalam aturan penerbangan niaga," kata Mohammed Faisal al-Dossari, direktur penerbangan dan departemen bandar udara Dinas Penerbangan Sipil UEA (GCAA).

Aturan terkait pesawat nirawak saat ini ditetapkan pada April 2015. Ketentuan itu terkait dengan izin niaga dan izin penggunaan pesawat nirawak bagi perusahaan, tetapi hal terkait lain masih banyak dikaji, kata al Dossari dalam konferensi negara kawasan tersebut terkait pesawat nirawak di ibukota UEA itu.

"Pejabat UEA untuk Standardisasi dan Metrologi (Esma) tengah merancang aturan yang akan mengatur impor, penjualan, serta aktivitas drone di negeri ini," katanya.

UEA melarang penjualan pesawat nirawak untuk hiburan sejak Maret tahun lalu hingga aturan baru ditetapkan. Penggunaan drone dianggap berisiko untuk sektor penerbangan. Aturan baru juga akan menetapkan batas ketinggian udara untuk drone berbobot lebih berat, berikut standar dan pelatihan yang harus dipenuhi, kata al Dossari.

Setidak-tidaknya, ada 400 pesawat nirawak -sebagian besar komersial- terdaftar di GCAA. Pesawat nirawak biasa digunakan untuk kegiatan niaga, seperti, pemetaan, pengawasan keamanan, survei satwa liar, lingkungan, angkutan, pertanian, atau kelautan di UEA.

Sebagai wilayah penting di kawasan dengan dua bandara tersibuk dunia, sektor udara UEA cukup sibuk. Ketinggian penggunaan pesawat nirawak dianggap berbahaya terhadap keamanan di udara, kata manajer kawasan pesisir IATA, lembaga dunia untuk penerbangan, Michael Herrero.

"Pertanyaan utamanya, bagaimana menyatukan pesawat nirawak dalam pengaturan wilayah udara niaga pada masa depan? Pemerintah perlu menempatkan masalah itu dalam agenda prioritas penyusunan undang-undang," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement