Selasa 26 Jun 2018 12:23 WIB

Presiden Erdogan Kini Lebih 'Kuat'

Di bawah sistem yang baru, Erdogan bisa menunjuk wapres, menteri, dan pejabat lain.

Rep: Marniati/ Red: Teguh Firmansyah
Recep Tayyip Erdogan
Foto: AP
Recep Tayyip Erdogan

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Pemilu Turki telah berakhir. Namun, dinamika yang akan muncul setelah  penerapan sistem presidensial dan terpilihnya Recep Tayyip Erdogan masih akan terus terjadi.  

Seperti dilansir Aljazirah, Selasa (26/6), menurut hasil tidak resmi yang diumumkan oleh media pemerintah, Erdogan memenangkan 52,5 persen suara untuk menjadi presiden eksekutif pertama negara itu dengan kekuatan yang meningkat secara signifikan.

Cabang-cabang Pemerintah Turki sekarang mulai menerapkan serangkaian amandemen konstitusi yang disetujui dalam referendum tahun lalu. Di bawah sistem baru, Erdogan dapat menunjuk wakil presiden, menteri, pejabat tingkat tinggi, dan hakim senior, serta membubarkan parlemen. Ia juga dapat mengeluarkan keputusan eksekutif dan memberlakukan keadaan darurat.

Erdogan, yang telah berkuasa selama lebih dari 15 tahun, telah berulang kali menekankan perlunya memiliki presiden eksekutif yang kuat untuk menciptakan negara yang memiliki kepercayaan diri dan stabil. Ini akan menentukan masa depan suatu negara dengan cara lebih kuat.

Oposisi, sekutu Barat Turki dan kritikus lainnya, bagaimanapun, mengatakan bahwa sistem ini memberikan kekuasaan baru kepada presiden. Namun, hal tersebut mengabaikan pemeriksaan dan keseimbangan yang diperlukan.

Analis dan kolumnis Avni Ozgurel mengatakan, sistem baru akan memungkinkan Turki untuk diatur dengan cara lebih efisien dan stabil dalam jangka panjang. Sistem ini   akan mengalami masalah selama tahap awal pelaksanaan. "Erdogan dan timnya akan mendapatkan pengalaman dan akan mencoba memperbaiki kekurangan sistem saat mengimplementasikannya," katanya. Ia menambahkan, akan ada keputusan baru dan undang-undang untuk mencapai itu.

Baca juga, Erdogan:  Turki Beri Pelajaran Demokrasi kepada Dunia.

Situasi ekonomi mendominasi diskusi menjelang pemilihan. Mata uang Turki, lira, turun 20 persen terhadap dolar AS. Mata uang yang terdepresiasi, bersama dengan meningkatnya inflasi dan defisit transaksi berjalan, akan tetap menjadi isu yang paling mendesak untuk pemerintahan baru Erdogan. Sementara itu, secara internasional, fokusnya adalah pada hubungan Ankara dengan Barat yang dipenuhi ketegangan 

Sekutu Barat Turki dan kelompok-kelompok hak asasi manusia telah berulang kali mengutuk penahanan dan pembersihan pemerintah di tengah keadaan darurat yang telah ada sejak kudeta pada 2016.

Ankara, bagaimanapun, mengatakan bahwa langkah-langkah tersebut sejalan dengan aturan hukum dan bertujuan untuk menghapus para pendukung Fethullah Gulen dari lembaga-lembaga negara dan bagian lain dari masyarakat. Gullen merupakan ulama Muslim yang dituduh melakukan kudeta. Ia menetap di AS.

Ozgurel mengatakan, hubungan keras Erdogan dengan Barat dan ketegangan internal akan mulai mereda setelah presiden mencabut status darurat segera setelah ia mengambil alih kursi kepresidenan eksekutif.

"Cara kerja peradilan Turki akan berubah setelah keadaan darurat diangkat. Saluran yudisial akan terbuka--dan itu akan mulai mengurangi ketegangan yang ada di dalam dan di luar," katanya.

photo
Presiden Turki dan pemimpin Partai Keadilan dan Pembangunan (AK Party) Recep Tayyip Erdogan menyapa para pendukungnya sebelum pidato balkonnya di markas Partai AK yang berkuasa di Ankara, Turki pada Senin (25/6).

Tidak seperti keberhasilan Erdogan, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) jusrtu kehilangan mayoritas dalam majelis yang terdiri atas 600 kursi. Namun, AKP masih memimpin dengan raihan 295 kursi atau sekitar 42,5 persen. AKP kehilangan tujuh poin persentase dibandingkan dengan pemilihan parlemen terakhir pada November 2015.

Namun, People's Alliance, sebuah blok pemilu antara Partai AK dan Nationalist Movement Party (MHP), masih memiliki mayoritas dengan jumlah perkiraan gabungan 343 kursi. Kedua pihak telah mengisyaratkan bahwa mereka akan tetap bersatu di parlemen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement