Ahad 07 Oct 2018 18:37 WIB

Nadia Murad, dari Budak Seks ISIS Hingga Peraih Nobel

Nadia mencoba melawan militan yang menahannya.

Rep: Marniati/ Red: Teguh Firmansyah
Seorang perempuan yang menjadi budak seks ISIS, Nadia Murad
Foto:

Pria kurus itu setuju. Ia menatap ke arah Salwan dan berkata, “Dia milikku.” Salwan hanya diam. Pria kurus itu adalah hakim di Mosul, dan tidak ada yang tidak menaatinya.

Nadia mengikuti pria kurus itu ke meja. "Siapa namamu?" Dia bertanya padaku. Dia berbicara dengan suara lembut tapi tidak ramah. "Nadia," kataku, dan dia menoleh ke petugas.  “Nadia, Hajji Salman”," tulis petugas itu.

Nadia mengatakan suara petugas itu terdengar sedikit bergetar ketakutan saat ia menyebut nama pria yang membawa Nadia. Nadia mulai khawtir bahwa ia telah membuat kesalahan besar.

Nadia Murad akhirnya melarikan diri dari para penculik ISIS. Dia diselundupkan keluar dari Irak dan pada awal 2015 pergi sebagai pengungsi ke Jerman. Ia lalu mulai berkampanye untuk meningkatkan kesadaran tentang perdagangan manusia.

Pada  November 2015, atau setelah ISIS datang ke kota kelahiran Nadia, Kocho, Nadia meninggalkan Jerman untuk ke Swiss. Ia  berbicara di forum PBB mengenai isu-isu minoritas. Ini adalah pertama kalinya Nadia menceritakan kisahnya di hadapan banyak orang.

"Saya ingin berbicara tentang segala hal - anak-anak yang meninggal karena dehidrasi yang melarikan diri dari ISIS, keluarga-keluarga masih terdampar di gunung, ribuan wanita dan anak-anak yang tetap dalam penangkaran, dan apa yang saudara-saudara saya lihat di lokasi pembantaian itu," katanya.

Nadia hanyalah satu dari ratusan ribu korban Yazidi. Komunitasnya tersebar, hidup sebagai pengungsi di dalam dan di luar Irak. Adapun Kocho masih diduduki oleh ISIS.

"Saya ingin memberi tahu mereka bahwa masih banyak yang harus dilakukan. Kami perlu membangun zona aman bagi minoritas agama di Irak untuk mengadili ISIS dan para pemimpin hingga warga yang telah mendukung kekejaman mereka,. Selain itu juga untuk genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan dan untuk membebaskan semua Sinjar (Irak Utara)," katanya.

Nadia merasa perlu menceritakan kepada khalayak terkait tindakan perkosaan dan kekerasan yang dilakukan Hajji Salman. Ia juga menceritakan semua kekerasan yang ia saksikan.

Menurut Nadia, memutuskan untuk jujur adalah salah satu keputusan tersulit yang pernah ia buat, tetapi itu juga keputusan yang paling penting.

Nadia mengatakan kisah yang ia tuturkan jujur ​​dan tanpa basa basi. Ia akan menggunakan kisah itu sampai para teroris  diadili. Menurutnya masig banyak yang perlu dilakukan. Para pemimpin dunia dan khususnya pemimpin  Muslim harus berdiri dan melindungi yang tertindas.

"Saya ingin melihat orang-orang yang memperkosa  saya  dibawa ke pengadilan. Lebih dari apa pun, saya ingin menjadi gadis terakhir di dunia dengan cerita seperti ini," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement