Sabtu 26 Jan 2019 05:42 WIB

Pelapor PBB: Panglima Militer Myanmar Harus Diadili

Min Aung Hlaing dinilai bertanggung jawab atas pembantaian terhadap Muslim Rohingya.

Sejumlah warga Rohingya menunggu di truk Polisi Myanmar untuk dibawa kembali menuju penampungan sementara yang didirika pemerintah di Desa ManSi dekat Sittwe, Negara Bagian Rakhinne, Myanmar, Rabu (21/11).
Foto: Nyunt Win/EPA EFE
Sejumlah warga Rohingya menunggu di truk Polisi Myanmar untuk dibawa kembali menuju penampungan sementara yang didirika pemerintah di Desa ManSi dekat Sittwe, Negara Bagian Rakhinne, Myanmar, Rabu (21/11).

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Panglima Tentara Myanmar harus diadili karena terlibat dalam genosida terhadap minoritas Muslim Rohingya, Demikiaan ditegaskan Pelapor Khusus PBB mengenai HAM di Myanmar, Yanghee Lee.

Lee berbicara dalam lawatan ke Thailand dan Bangladesh, tempat ia bertemu para pejabat dan warga Rohingya yang terusir dari negara bagian Rakhine, di bagian barat Myanmar, setelah tentara Myanmar melancarkan tindakan keras pada 2017.

"Min Aung Hlaing dan yang lainnya hendaknya bertanggung jawab atas genosida di Rakhine dan kejahatan-kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan-kejahatan perang di bagian-bagian lain dari negara itu," kata Lee, yang dilarang memasuki negara itu.

Ini adalah pertama kalinya Lee menyatakan seruan secara terbuka agar panglima tentara itu diadili karena terlibat genosida.

Baca juga, Militer Myanmar Sebut tak Ada Rohingya yang Terbunuh.

Misi pencari fakta PBB atas Myanmar tahun lalu mengatakan kampanye militer yang mencakup pembunuhan massal dan perkosaan, memiliki maksud genosida. Pelapor PBB merekomendasikan dakwaan terhadap Min Aung Hlaing dan lima jenderal lainnya yang terlibat kejahatan paling kejam berdasarkan hukum internasional.

Sejak Agustus 2017 sebanyak 730 ribu orang Rohingya telah meninggalkan Rakhine ke Bangladesh, tempat mereka sekarang tinggal di kamp-kamp padat dan sesak.

"Agar pemulangan terjadi ... para pelaku harus ditahan, karena memulangkan mereka tanpa akuntabilitas akan memperpanjang dan memperparah situasi mencekam di Myanmar," ujar Lee kepada Reuters dalam wawancara di Thailand pada 18 Januari. "Dan kita akan melihat siklus pengusiran lagi."

Juru bicara militer dan pemerintah Myanmar tak dapat dihubungi untuk dimintai komentar. Sebelumnya mereka selalu membantah telah terjadi pembantaian di Rakhine.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement