Senin 04 Feb 2019 10:35 WIB

Paus Tiba di UEA dalam Kunjungan yang Dipandang Bersejarah

Kedatangan Paus akan menulis halaman baru dalam sejarah hubungan antaragama.

Paus Fransiskus disambut oleh Putra Mahkota Abu Dhabi Pangeran Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan saat tiba di bandara Abu Dhabi, UEA, Ahad (3/2).
Foto: EPA
Paus Fransiskus disambut oleh Putra Mahkota Abu Dhabi Pangeran Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan saat tiba di bandara Abu Dhabi, UEA, Ahad (3/2).

REPUBLIKA.CO.ID, ABU DHABI -- Paus Fransiskus pada Ahad (3/2) menjadi Bapa Suci pertamayang menginjakkan kaki di Jazirah Arab. Kedatangannya hanya selisih beberapa jam dari pernyataannya yang keras dalam mengecam perang di Yaman, tempat tuan rumahnya Uni Emirat Arab (UAE) memegang peran utama ketentaraan.

Sesaat sebelum bertolak ke Abu Dhabi, Paus Fransiskus mengatakan ia terus mengikuti krisis kemanusiaan di Yaman dengan kecemasan besar. Paus memanfaatkan khotbah Minggu di Vatican City untuk mendesak semua pihak agar menerapkan perdamaian yang rapuh dan mengirim bantuan bagi jutaan orang yang kelaparan.

"Tangisan anak-anak dan orang tua mereka didengar Tuhan," ujar Paus di depan umat di pelataran St. Petrus. "Mari kita berdoa dengan kuat lantaran mereka adalah anak-anak yang lapar, haus, tidak punya obat-obatan dan terancam kematian," kata Paus, sebelum naik pesawatnya.

UEA menyambut pesan Paus mengenai Yaman dan yakin bahwa kesepakatan perdamaian yang disampaikannya merupakan terobosan sejarah, kata Menteri Luar Negeri Anwar Gargash di dalam tulisan di Twitter. "Mari kita pastikan penerapannya dan membuat 2019 sebagai tahun perdamaian di Yaman," katanya setelah Paus mendarat di Abu Dhabi.

Pihak-pihak yang berperang di Yaman setuju melakukan gencatan senjata pada Desember. Gencatan dilakukan untuk perundingan perdamaian pertama dalam hampir empat tahun perang, dengan negara-negara Arab untuk mendukung presiden yang dalam pengasingan melawan gerakan jajaran Al-Houti-Iran yang menguasai ibu kota.

Puluhan ribu rakyat terbunuh dalam konflik tersebut. Perserikatan Bangsa-bangsa mengatakan jutaan orang sangat kelaparan. Kelangsungan hidup mereka sangat bergantung atas gencatan senjata yang terhenti akibat seluruh pertempuran pada semua pelabuhan utama di negeri tersebut.

Paus Fransiskus disambut oleh Putra Mahkota Sheikh Mohammed bin Zayed An-Nahyan, yang menemaninya menemui Sheikh Ahmed At-Tayeb, imam agung masjid dan universitas Al-Azhar, Mesir, salah satu tempat utama untuk mempelajari Islam Suni. Bapa Suci merangkulnya.

Kedua orang tersebut mengadakan pembicaraan dengan Paus Fransiskus pada Senin. UAE memainkan peran penting di koalisi pimpinan Arab dalam memerangi gerakan Al-Houthi di Yaman. PBB mencoba menerapkan gencatan senjata dan kesepakatan penarikan pasukan di pelabuhan besar Hodeidah, Yaman, yang disepakati pada perundingan Desember sebagai langkah yang memungkinkan jalan perundingan untuk mengakhiri konflik.

Pejabat Vatikan telah mengatakan belum jelas apakah Paus Fransiskus akan berpidato mengenai topik yang peka di depan umum atau secara pribadi dalam lawatannya ke Abu Dhabi, yang diarahkan untuk menuju dialog antar-agama.

Halaman baru

Paus akan bertemu dengan para pemuka Muslim dan merayakan misa terbuka bagi 135 ribu umat Katolik. Suatu peristiwa yang bisa menjadi contoh di Semenanjung Arab. Dia mengatakan bahwa perjalanan ini, yang akan berakhir pada Selasa, adalah sebuah peluang untuk menulis halaman baru dalam sejarah hubungan antar-agama.

UAE, yang menjadikan 2019 sebagai Tahun Toleransi, mengatakan kunjungan ini mencerminkan sejarahnya sebagai tempat lahir keberagaman. Negara tersebut namun menghadapi kecaman dari kelompok Hak Asasi Manusia atas penahanan sejumlah pegiat termasuk Ahmed Mansoor, seorang warta Emirat yang dihukum 10 tahun penjara karena mengecam pemerintah di media sosial.

"Kami mengharapkan Paus Fransiskus mengangkat masalah penahanan mereka pada para tuan rumah dan mendesak pembebasan mereka dengan segera dan tanpa syarat," tutur Amnesti Internasional. Pihak berwenang UAE tidak segera menanggapi permintaan komentar mengenai hal ini.

UAE menjadi rumah bagi sekitar satu juga ekspatriat Katolik, kebanyakan berasal dari Filipina dan sekitar sejuta lagi umat Katolik yang diperkirakan tinggal di Semenanjung Arab. Para pendeta dan diplomat menggambarkan UAE sebagai tempat yang tidak terlalu ketat untuk ibadah Kristen, tetapi seperti negara-negara di sekitarnya, UAE tidak memperkenankan kecaman atau perbedaan pendapat mengenai para pemimpinnya.

Seluruh negara Teluk Arab kecuali Arab Saudi mengizinkan pelaksanaan ibadah Kristen di gereja-gereja dan tempat ibadah lain yang memiliki izin. Di Arab Saudi, umat non-muslim bersembahyang secara diam-diam di rumah pribadi dan kedutaan besar.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement