Ahad 24 Feb 2019 21:27 WIB

3.804 Orang Tewas Akibat Serangan Bom di Afghan pada 2018

Jumlah kematian akibat serangan bom tersebut meningkat sekitar 11 persen.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Serangan bom di Afghanistan (ilustrasi).
Foto: Reuters
Serangan bom di Afghanistan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Serangan bom bunuh diri yang terjadi di Afghanistan sepanjang 2018 telah menewaskan setidaknya 3.804 warga sipil. Serangan tersebut mayoritas dilakukan oleh Taliban

Menurut data yang dirilis PBB, dari 3.804 korban tewas, 927 di antaranya merupakan anak-anak. Jumlah kematian akibat serangan bom tersebut meningkat sekitar 11 persen jika dibandingkan tahun 2017. Hal itu menjadikan 2018 sebagai tahun yang paling banyak memakan korban jiwa selama Afghanistan didera perang sipil.

Baca Juga

"Kenaikan dalam kekerasan pada 2018 bertepatan dengan peningkatan signifikan dalam jumlah kematian yang disebabkan penargetan warga sipil yang disengaja," kata PBB dalam laporannya, dikutip laman Aljazirah, Ahad (24/2).

Menurut PBB, serangan bom bunuh diri tidak hanya dilakukan Taliban, tapi juga kelompok atau pihak yang terafiliasi dengan ISIS. "Sudah waktunya mengakhiri kesengsaraan dan tragedi manusia ini," kata kepala misi PBB di Afghanistan Tadamichi Yamamoto.

Menurut dia, memang tak ada jalan lain untuk menghentikan jatuhnya korban jiwa yakni dengan negosiasi damai antara pihak-pihak yang bertikai.

Laporan tentang jumlah korban tewas akibat serangan bom dirilis PBB menjelang perundingan damai antara Taliban dan Amerika Serikat (AS). AS merupakan sekutu Afghanistan dalam memerangi Taliban. Pembicaraan akan dilangsungkan di Doha, Qatar, pada Senin (25/2).

Taliban diketahui telah menolak melibatkan pihak Pemerintah Afghanistan dalam perundingan damai. Kelompok itu menilai pemerintahan Afghanistan hanya boneka. Mereka menganggap AS adalah musuh sebenarnya.

Konflik sipil di Afghanistan telah berlangsung lebih dari satu dekade. Selama periode tersebut, menurut PBB, sebanyak 32 ribu warga sipil telah tewas dan 60 ribu lainnya mengalami luka-luka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement