Sabtu 09 Mar 2019 01:19 WIB

Militer Turki Mulai Patroli di Wilayah Idlib

Patroli Turki dilaporkan akan membentang dari kota Idlib utara ke Aleppo Selatan.

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Gita Amanda
Seorang anak yang keluar dari tempat pengungsian yang tidak layak di Idlib, Suriah
Foto: The Guardian
Seorang anak yang keluar dari tempat pengungsian yang tidak layak di Idlib, Suriah

REPUBLIKA.CO.ID, IDLIB -- Angkatan bersenjata Turki memulai patroli di kota Idlib, Suriah Barat Laut, pada Jumat (8/3) waktu setempat. Patroli di zona de-eskalasi Idlib didasarkan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Sochi pada 14 Februari 2019 dari negara-negara penjamin seperti Turki, Rusia, dan Iran.

Patroli Turki dilaporkan akan membentang dari kota Idlib utara ke Aleppo Selatan. Menteri Pertahanan Nasional Turki Hulusi Akar mengonfirmasi patroli tersebut. Ia mengatakan, tentara Turki akan melakukan patroli di zona demiliterisasi Idlib, sementara tentara Rusia akan berpatroli di luar kota Idlib.

Baca Juga

Dalam kerangka perjanjian Astana, Turki kini memegang 12 titik pengamatan gencetan senjata di zona de-eskalasi Idlib. Sedangkan Rusia memiliki 10 titik. "Ada pembatasan pada penggunaan wilayah udara Idlib dan Afrin, tetapi telah dicabut mulai hari ini," ujar Akar seperti dikutip Aljazirah, Sabtu (9/3).

"Kerja sama kami dengan Rusia meningkat. Kami melihat hal ini sebagai langkah signifikan untuk kelanjutan gencetan senjata dan memastikan stabilitas wilayah," Hulusi Akar menambahkan.

Seperti diketahui, Turki was-was bahwa serangan terhadap Idlib dapat memaksa ratusan ribu warga mengungsi ke perbatasan Turki. wilayah itu pun kini telah menampung lebih dari tiga juta pengungsi Suriah. Bagi turki, patroli ini penting untuk menjaga keamanan dan stabilitas di wilayah yang dikuasai pemberontak Suriah.

Idlib merupakan wilayah utama terakhir yang dipegang oleh pemberontak Suriah. Wilayah tersebut dikendalikan Hay'et Tahrir al-Sham (HTS) yang sebelumnya berafiliasi dengan Alqaidah. Rezim Bashar al-Assad diketahui mengabaikan kesepakatan sehingga terus menerus menyerang zona de-eskkalasi Idlib. Sejak awal 2019, serangan rezim telah menewaskan sedikitnya 111 warga sipil dan melukai 300 orang.

Mantan utusan khusus perserikatan bangsa-bangsa (PBB) untuk Suriah, Staffan den Mistura memperkirakan sedikitnya 400 ribu orang tewas dalam lima tahun konflik pertama sejak 2011. Jumlah kematian itu hingga kini masih belum didata dengan pasti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement