Ahad 19 May 2019 15:42 WIB

Saudi Siap Cegah Peperangan di Teluk

Saudi mengusulkan ada pertemuan negara Teluk untuk membahas krisis wilayah.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Dwi Murdaningsih
Senjata Otomatis (ilustrasi)
Foto: VOA
Senjata Otomatis (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH – Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir mengatakan negaranya tak menghendaki atau menginginkan terjadinya peperangan di kawasan Teluk Arab. Saudi siap mengerahkan upaya agar hal itu tak terjadi.

“Kerajaan Arab Saudi tidak ingin peran di kawasan itu, juga tidak mengupayakan hal itu. Saudi akan melakukan apa yang dapat dilakukan untuk mencegah perang ini,” ujar al-Jubeir dalam sebuah konferensi pers pada Ahad (19/5).

Baca Juga

Namun jika pihak lain menghendaki adanya peperangan, Saudi pun siap merespons. “Kerajaan (Saudi) akan menanggapi dengan semua kekuatan dan tekad, dan ia akan membela diri serta kepentingannya,” ucap al-Jubeir.

Terkait hal ini, dia menyoroti peristiwa penyerangan dua stasiun pompa minyak oleh pesawat nirawak atau drone. Kelompok milisi Houthi yang kerap disebut memperoleh dukungan Iran, mengklaim bertanggung jawab atas kejadian itu.

“Kami menginginkan perdamaian dan stabilitas di kawasan, tapi kami tidak akan duduk di tangan kami mengingat serangan Iran yang berkelanjutan. Bola ada di pengadilan Iran dan tergantung pada Iran untuk menentukan nasibnya nanti,” ujar al-Jubeir.

Raja Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud telah menyerukan negara-negara Arab dan Teluk menghadiri pertemuan tingkat tinggi di Mekah pada 30 Mei mendatang. Pertemuan tersebut hendak membahas tentang ketegangan yang sedang berlangsung di Teluk, termasuk terkait penyerangan atau sabotase empat kapal tanker di lepas pantai Uni Emirat Arab (UEA) pekan lalu.

Serangan terhadap kilang minyak milik Riyadh oleh Houthi pun akan turut dibahas. “Ini memiliki implikasi serius bagi perdamaian regional dan internasional serta pasokan dan stabilitas pasar minyak dunia,” kata Kementerian Luar Negeri Saudi, dikutip laman Al-Arabiya , Ahad (19/5).

Pekan lalu, empat kapal tanker, dua di antaranya milik Saudi dan UEA, menjadi target sabotase. Peristiwa itu seketika menyulut ketegangan karena terjadi saat Amerika Serikat (AS) sedang menekan Iran untuk merundingkan program nuklirnya.

Tak ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas sabotase empat kapal tanker tersebut. Namun beberapa pejabat AS meyakini Iran telah mendorong kelompok Houthi atau milisi Syiah yang berbasis di Irak untuk melakukan hal itu.

Iran telah membantah terlibat dalam aksi sabotase terhadap empat kapal tanker di lepas pantai UEA. Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif justru menuduh pejabat-pejabat garis keras di pemerintahan AS yang mengatur peristiwa itu dengan tujuan memantik ketegangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement