REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Olahraga seni bela diri Indonesia telah membantu puluhan perempuan Mesir untuk melindungi diri. Dengan bantuan dari mahasiswa Indonesia, lebih dari 1.200 perempuan dan anak-anak belajar pencak silat di pusat kebudayaan Kairo.
"Jika seseorang mendekati saya, saya bisa membela diri dengan baik. Saya memiliki kepercayaan diri sekarang dan tidak ada yang bisa mengganggu saya karena saya bisa menghadapi mereka," ujar seorang remaja Mesir, Rahma Hatem yang mengikuti latihan pencak silat, Selasa (21/5).
Pencak silat terkenal di Mesir pada 2003, dan popularitasnya mulai meningkat popularitasnya pada 2011. Para perempuan yang kebanyakan remaja dan dewasa muda, berkumpul di Pusat Kebudayaan Indonesia setiap Ahad dan berlatih untuk meningkatkan keterampilan bela diri.
Para ahli yang disurvei oleh Thomson Reuters Foundation pada 2017 menempatkan Kairo sebagai kota megacity yang paling berbahaya bagi dunia. Hal itu berdasarkan kurangnya perlindungan dari kekerasan seksual, praktik budaya yang berbahaya, dan akses yang buruk ke layanan kesehatan dan keuangan.
Pencak Silat berasal dari abad keenam dan dipraktikkan di pulau Sumatra serta semenanjung Melayu. Pencak artinya aspek kinerja dari disiplin, sementara Silat adalah versi pertarungan dan pertahanan diri dari olahraga. Silat memiliki banyak teknik berbeda tetapi pemain biasanya fokus pada serangan, manipulasi sendi dan lemparan.
Dua kerajaan, Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit di pulau Jawa menggunakan keterampilan bertarung dan antara abad ke-7 dan ke-16. Kedua kerajaan tersebut memerintah sebagian besar wilayah yang sekarang disebut Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
Pengaruh senjata Hindu, musik Nepal, gaya bergulat India, kostum Siam, senjata Arab, dan metode pertempuran Cina tercermin dalam Pencak Silat.
Ikuti Whatsapp Channel Republika
