Ahad 09 Jun 2019 05:50 WIB

Menlu Jerman Berada di Irak untuk Kurangi Ketegangan Kawasan

Kekhawatiran muncul menyusul pergerakan Angkatan Laut AS di wilayah teluk.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Andri Saubani
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas.
Foto: Reuters/Thomas Peter
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas.

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Menteri Luar Negeri (Menlu) Jerman Heiko Maas berada di Irak untuk mengurangi ketegangan di Timur Tengah utamanya antara Iran dan Amerika Serikat (AS). Dalam sebuah pernyataan, Sabtu (8/6), Kementerian Luar Negeri Jerman mengatakan, negara-negara di Eropa harus terlibat di wilayah tersebut menyusul kekhawatiran yang meningkat karena pergerakan Angkatan Laut Amerika Serikat di wilayah teluk.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Irak Ahmad Mahjoub mengkonfirmasi kedatangan utusan Jerman di negaranya, Sabtu. Mahjoub menambahkan, Maas dijadwalkan untuk bertemu dengan presiden Irak, perdana menteri, dan menteri luar negeri untuk membahas keamanan regional dan investasi.

Awalnya, kunjungan itu tidak diumumkan karena alasan keamanan. Seperti diketahui, Irak memiliki hubungan dekat dengan AS dan Iran.

Pekan lalu, Irak menyatakan akan mengirim delegasi ke Washington dan Teheran untuk membantu menghentikan ketegangan di kawasan teluk. Perdana Menteri Irak Abdel Abdul Mahdi mengatakan, tidak ada kelompok di Irak yang mendorong AS dan Iran untuk berperang.

Pernyataan ini dilontarkan dua hari setelah sebuah roket yang ditembakkan di Baghdad dan mendarat dekat dengan Kedutaan Besar AS. Tidak ada yang mengklaim bertanggung jawab atas tembakan roket tersebut. Sumber pemerintah AS mengatakan, Washington mencurigai milisi Syiah yang memiliki hubungan dengan Teheran sebagai dalang dari serangan roket itu. Iran menolak tuduhan keterlibatan dalam serangan tersebut.

Utusan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Irak, Jeanine Hennis Plasschaert mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB Irak dapat menjadi faktor penstabil di wilayah yang bergejolak, dan bukan menjadi arena konflik. Irak dapat menawarkan ruang untuk rekonsiliasi regional dan membuka jalan untuk menggelar dialog keamanan regional.

"Pada saat yang sama, kita tidak dapat mengabaikan Irak menghadapi tantangan serius dalam mencegah wilayahnya menjadi arena untuk berbagai kompetisi. Jadi, bagi semua yang merasa tertantang menempatkan beban lebih lanjut pada Irak adalah benar-benar hal terakhir yang dibutuhkan," ujar Plasschaert, Rabu (22/5).

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement