Rabu 12 Jun 2019 17:33 WIB

Mesir akan Hadiri Konferensi Palestina Versi AS

Mesir bersama Yordania dan Maroko akan hadiri konferensi soal Palestina pimpinan AS.

Red: Nur Aini
Bendera Palestina. Ilustrasi
Foto: Reuters
Bendera Palestina. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Sejumlah pejabat AS mengonfirmasi Mesir, Yordania, dan Maroko telah memberi tahu pemerintahan Trump bahwa mereka akan menghadiri konferensi pimpinan Amerika Serikat soal Palestina di Bahrain pada Juni.

Konferensi tersebut akan membahas usulan cara meningkatkan perekonomian Palestina sebagai bagian dari rencana perdamaian yang diajukan AS. Partisipasi Mesir dan Yordania dianggap sangat penting karena selama ini mereka adalah pemain-pemain kunci dalam upaya perdamaian Israel-Palestina.

Baca Juga

Mesir dan Yordania juga adalah hanya dua negara Arab yang telah mencapai kesepakatan perdamaian dengan Israel. Namun, keputusan para pemimpin Palestina untuk memboikot konferensi itu, yang akan dilangsungkan pada 25-26 Juni di Manama, telah memunculkan keraguan bahwa pertemuan itu akan sukses.

Para pemimpin Palestina tidak mau terlibat upaya diplomatik lebih luas itu, yang digembar-gemborkan Presiden AS Donald Trump sebagai "kesepakatan abad ini". Palestina sendiri melihat rencana perdamaian versi AS tersebut condong lebih menguntungkan Israel serta tidak memedulikan hak Palestina untuk mendirikan negara sendiri.

Kendati demikian, penasihat senior Gedung Putih Jared Kushner, yang juga adalah menantu Trump serta perancang rencana perdamaian yang telah lama tertunda itu, terus berusaha keras membuat konferensi Bahrain berhasil. Pada pertemuan Bahrain, komponen ekonomi akan diperkenalkan sebagai tahap pertama rangkaian rencana perdamaian yang dirancang AS.

Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab juga telah memastikan bahwa mereka akan hadir pada konferensi Bahrain, menurut seorang pejabat Gedung Putih. Sejumlah pejabat AS telah mengungkapkan bahwa mereka mengundang para menteri ekonomi dan keuangan berbagai negara serta para pemimpin perusahaan di kawasan dan dunia guna membahas investasi bagi perekonomian Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat.

Lembaga-lembaga keuangan global, termasuk Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia juga akan hadir. Sebagian besar pakar telah mengungkapkan keraguan mereka bahwa pemerintahan Trump akan berhasil mengusung rencana perdamaian tersebut mengingat bahwa upaya-upaya perdamaian yang berpuluh-puluh tahun didukung AS mengalami kegagalan.

Pemerintahan Palestina telah menolak melakukan kontak diplomatik dengan pemerintahan Trump sejak AS pada 2017 mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan AS memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke kota itu. Palestina menginginkan wilayah timur Yerusalem, yang dicaplok Israel dalam perang 1967 dalam langkah yang tidak diakui masyarakat internasional, sebagai ibu kota negara mereka pada masa depan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement