Kamis 20 Jun 2019 01:05 WIB

Iran Mulai Tingkatkan Pengayaan Uranium pada Juli

Iran tidak memberikan perpanjangan waktu kepada UE untuk mencegah langkah ini.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Andri Saubani
fasilitas uranium
Foto: ap
fasilitas uranium

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Iran akan mulai meningkatkan pengayaan uranium pada Juli, dan tidak memberikan perpanjangan waktu kepada UE untuk mencegah langkah ini. Pada Mei lalu, Iran memberikan tenggat waktu kepada UE selama 60 hari, dengan batas waktu yakni 8 Juli untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir dan membebaskan Iran dari sanksi Amerika Serikat (AS).

"Batas waktu dua bulan Iran untuk sisa penandatangan JCPOA (kesepakatan nuklir) tidak dapat diperpanjang, dan fase kedua akan menjadi dilaksanakan persis seperti yang direncanakan," ujar juru bicara Organisasi Energi Atom Iran (AEOI), Behrouz Kamalvandi, dikutip dari kantor berita Tasnim, Rabu (19/6).

Pada Mei lalu, Iran menyatakan berhenti mematuhi sejumlah komitmen dalam Perjanjian Nuklir 2015 yang disepakati dengan sejumlah negara. Hal ini dilakukan setahun setelah AS secara sepihak menarik diri dari perjanjian itu, dan menerapkan sanksi terhadap Teheran.

Pada 8 Mei, Presiden Iran Hassan Rouhani menyatakan, penghentian penjualan uranium dan air berat ke negara lain. Ini merupakan fase pertama Iran untuk menarik diri dari beberapa komitmen dalam kesepakatan nuklir tersebut.

Dalam Perjanjian Nuklir Iran 2015, cadangan uranium pengayaan rendah (low enriched uranium) dibatasi tidak boleh lebih dari 300 kilogram dengan konsentrasi 3,67 persen. Jumlah tersebut jauh di bawah tingkat konsentrasi 90 persen yang dibutuhkan untuk membuat senjata nuklir. Adapun, uranium bisa digunakan untuk membuat reaktor nuklir, dan berpotensi membuat senjata nuklir.

Pada Senin (19/6) lalu, AEOI menyatakan akan meningkatkan produksi pengayaan uranium sebanyak empat kali lipat. Peningkatan ini melampaui limit yang ditetapkan dalam Perjanjian Nuklir Iran 2015.

Presiden Rouhani mengatakan, keputusan untuk menarik diri dari beberapa komitmen dalam Perjanjian Nuklir 2015 merupakan langkah minimun yang dapat diambil Teheran, setahun setelah AS keluar dari perjanjian tersebut. Dalam pidato yang disiarkan oleh televisi pemerintah, Rouhani mengatakan, Iran tidak akan bernegosiasi dengan AS dalam kondisi di bawah tekanan.

Sementara itu, Menteri Perminyakan Iran Bijan Zanganeh mengatakan, Eropa tidak bekerja sama untuk membeli minyak dari Teheran. Sebab, Eropa juga menghadapi sanksi AS terhadap sektor energi Iran.

"Eropa tidak bekerja sama untuk membeli minyak (dari Iran)," ujar Zanganeh dikutip kantor berita Fars.

Langkah Iran yang akan meningkatkan pengayaan uranium, semakin mengancam hancurnya kesepakatan nuklir yang ditandatangani oleh Rusia, Inggris, Jerman, Cina, dan Prancis. Sebelumnya Inggris, Prancis, dan Jerman merencanakan sebuah dorongan baru untuk mempertahankan Perjanjian Nuklir Iran 2015, meskipun Teheran melanggar salah satu komitmen dalam perjanjian tersebut. Kesepakatan nuklir dibuat untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir, dengan imbalan penghapusan sebagian besar sanksi internasional.

Kekhawatiran konfrontasi militer antara Iran dan AS telah meningkat sejak serangan dua kapal tanker minyak di Teluk Oman pada pekan lalu. Washington menuding Teheran berada di balik serangan tersebut. AS kemudian mengambil tindakan untuk menambah 1000 pasukan militernya di Timur Tengah. Tudingan AS tersebut dengan cepat dibantah oleh Iran.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement