REPUBLIKA.CO.ID, ISTAMBUL - Berulang kali, Perdana Menteri Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengungkapkan kegeramannya pada Israel. Pada pertemuan para menteri luar negeri Liga Arab di Kairo hari Selasa, ia menyatakan mentalitas pemerintah Israel adalah penghalang bagi perdamaian di Timur Tengah. Ia juga selalu menekankan perlunya pengakuan negara Palestina dalam berbagai kesempatan.
Kini, diakui atau tidak, namanya kerap diperbincangkan jika membicarakan soal perdamaian di Timur Tengah. Seiring dengan itu, media Barat pun mengorek masa lalunya.
Tak banyak diketahui orang, Erdogan membangun dirinya dengan keteguhan hati luar biasa. berasal dari keluarga pas-pasan, ia membiayai sendiri hidupnya agar bisa terus melanjutkan pendidikan. Ketika kecil, ia pernah menjadi pedagang asongan di lampu merah Kasimpasa, sebuah lingkungan di pinggiran Istanbul. Ia menjual aneka makanan ringan.
Erdogan, kini berusia 57 tahun, berjuang sendiri ke puncak pencapaiannya sekarang, melawan rintangan yang sangat banyak. Dia pernah dipenjara, dan ditentang kubu sekuler Turki karena dianggap akan melakukan reislamisasi di negeri yang di masa lalu menjadi tonggak kejayaan Islam itu.
Tiap kali 'terjatuh' dia akan selalu bangkit kembali, seperti dituliskan media The National, "Berkat campuran bakat politik yang luar biasa, kepercayaan diri, kesalehan seorang Muslim, dan sikap realistis yang dianutnya."
Ketika Perdana Menteri Turki tiba di Mesir Senin malam untuk melakukan serangkaian pertemuan dengan menteri luar negeri negara-negara Arab, dia disambut oleh publik Mesir layaknya menyambut idola mereka. Ribuan orang meneriakkan slogan-slogan yang menyebut Erdogan sebagai "penyelamat Islam". (Bersambung)