REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Seorang pakar forensik dengan bukti-bukti yang dimilikinya bahwa pemerintah Presiden Bashar al-Assad menggunakan senjata kimia dekat Aleppo pada Maret membelot ke Turki, kata oposisi Suriah Selasa.
Tetapi pakar itu batal muncul untuk memberikan keterangan pada jumpa pers yang telah direncanakan.
Washington sedang mempertimbangkan aksi militer atas tuduhan serangan senjata kimia dekat Damaskus bulan lalu yang merenggut ratusan jiwa. Bukti penggunaan senjata kimia pada masa lalu yang dilakukan pasukan pemerintah dapat berarti penting.
Koalisi oposisi Suriah yang berpangkalan di Istanbul mengatakan Abdeltawwab Shahrour, kepala komite medis forensik di Aleppo, akan mengumumkan bukti yang dimilikinya terkait serangan senjata kimia pada 19 Maret di Khan al-Assal.
Tapi Shahrour, yang menurut pejabat-pejabat oposisi memperoleh perlindungan ketat sejak membelot dua pekan lalu, batal muncul dalam jumpa pers Selasa.
Juru bicara Koalisi Khaled Saleh mengatakan Shahrour tak dapat hadir karena alasan keamanan tapi dia akan muncul pada jumpa pers beberapa hari yang akan datang.
Para pejabat Turki tidak segera dapat dimintai konfirmasi soal pembelotan itu.
Shahrour memiliki dokumen-dokumen yang membuktikan serangan senjata kimia terjadi dan laporan-laporan saksi mata dari kepolisian yang berlawanan dengan versi pemerintah mengenai peristiwa itu, kata seorang pejabat kedua oposisi.
Serangan di Khan al-Assal di Provinsi Aleppo, di bagian utara Suriah, pada Maret menewaskan puluhan orang. Baik pemerintah maupun gerilyawan telah menyalahkan satu sama
lain atas apa yang mereka katakan serangan yang menggunakan senjata kimia.
Rusia bersama dengan Iran sebagai sekutu paling dekat Suriah dan pemasok utama senjata mengatakan pada Juli bahwa analisis ilmiahnya mengindikasikan serangan itu telah menggunakan senjata kimia jenis zat sarin dan kemungkinan besar dilakukan oleh pemberontak.
Kedua pihak membantah menggunakan senjata kimia. Satu tim beranggota pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengunjungi Suriah bulan lalu untuk menyelidiki tuduhan-tuduhan penggunaan senjata kimia sebenarnya berencana mengunjungi Khan al-Assal tapi akhirnya fokus pada serangan gas beracun yang membunuh ratusan warga sipil di pinggiran kota Damaskus pada 21 Agustus.