Senin 15 Dec 2014 15:00 WIB

Presiden Afghanistan Besak Ulama Bantu Hentikan Serangan

Tentara Afghanistan
Foto: EPA
Tentara Afghanistan

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, Minggu (15/12) menyerukan para ulama Muslim dan tetua suku untuk membantu membendung lonjakan serangan mematikan gerilyawan yang telah mengguncang negara itu ketika pasukan yang dipimpin AS mengakhiri perang mereka terhadap Taliban.

Afghanistan telah dilanda beberapa pekan serangan rutin, dengan setidaknya 12 bom bunuh diri di Kabul sendiri pada bulan lalu.

Pada Sabtu, ledakan bunuh diri menghancurkan sebuah bus militer Afghanistan di kota itu, menewaskan tujuh tentara, sementara seorang pejabat senior Mahkamah Agung dibunuh dan 12 pekerja pembersih ranjau ditembak mati di selatan.

Kekerasan baru-baru ini telah meningkatkan kekhawatiran bahwa Afghanistan bisa berujung kepada kekacauan lebih lanjut tahun depan, jika hanya 12.500 tentara NATO yang akan tetap berada di negara tersebut.

Mereka akan melatih tentara nasional dan polisi, bukannya melawan Taliban.

"Serangan-serangan ini tidak lagi dapat diterima. Mereka tidak Islami, mereka tidak manusiawi," kata Ghani dalam pertemuan untuk memperingati hari hak asasi manusia PBB, yang jatuh pada Ahad lalu.

"Masyarakat harus meningkatkan suara kita terhadap hal itu, saya khusus meminta para Ulama (Muslim) dan para pemimpin suku serta anggota masyarakat sipil untuk berbicara bahwa itu tidak bisa diterima," katanya, suaranya meninggi karena marah.

Banyak serangan dalam enam pekan terakhir telah menargetkan konvoi militer NATO dan Afghanistan, kompleks asing dan fasilitas pemerintah, namun warga sipil yang banyak menjadi korban.

Pada Kamis, seorang remaja pembom bunuh diri Taliban meledakkan dirinya di antara penonton yang menghadiri pertunjukan di pusat budaya Prancis di Kabul, menewaskan satu warga Jerman dan melukai 15 orang lainnya.

Drama berjudul "Heartbeat: the silence after the explosion" adalah mengutuk serangan bunuh diri.

Bulan lalu, sekitar 50 orang tewas dan 60 lainnya luka-luka ketika satu ledakan bunuh diri mengoyak kerumunan massa untuk menonton pertandingan bola voli di Provinsi Paktika di timur.

"Apa dosa anak-anak kita di Yayakhil, Paktika ini? Mereka hanya bermain voli. Di sini masyarakat harus keras mengatakan 'itu sudah cukup'. Hal ini tidak bisa diterima lagi," kata Ghani.

"Afghanistan telah ada selama 5.000 tahun dan akan berada di sini 5.000 tahun lagi, tidak ada yang bisa menghancurkan kita terpisah."

Pertarungan terbaru dari kekerasan muncul menjelang akhir resmi misi tempur NATO pada 31 Desember setelah 13 tahun melakukan pertempuran yang gagal memberantas pemberontakan Islam.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement