Kamis 01 Oct 2015 18:18 WIB

Prancis Desak Pembatasan Hak Veto

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ilham
Veto
Sidang PBB

REPUBLIKA.CO.ID, Sebelumnya, dalam kasus Suriah, Rusia, dan Cina menggunakan hak veto mereka sebanyak empat kali untuk menghalangi respon DK PBB. Tiga kali digunakan untuk sanksi terhadap pemerintah Presiden Suriah Bashar al Assad dan satu untuk resolusi membawa konflik Suriah ke Pengadilan Kejahatan Internasional karena kemungkinan adanya kejahatan melawan kemanusiaan.

Diplomat PBB yang tidak disebutkan identitasnya mengatakan, Inggris menunjukan tanda mendukung proposal Prancis, sementara AS masih mempertimbangkan. Rusia dan Cina, tambah diplomat, tidak menyukai ide tersebut.

Kelompok hak asasi manusia yang berbasis di New York, Human Right Watch (HRW) telah lama menggaungkan ide pembatasan hak veto ini. Menurut mereka, kekuatan tersebut bisa digunakan untuk melindungi pemerintahan mana pun yang bersalah.

"Veto tidak boleh digunakan untuk melindungi sekutu, yang saat ini kita lihat adalah pada rezim Assad," kata Ketua HRW, Kenneth Roth. Menurutnya, penggunaan veto saat ini lebih banyak disalahkan.

Sementara Rusia, dengan dukungan Cina telah menggunakan kekuatan vetonya untuk melindungi pemerintah Suriah dari kritik. Amerika Serikat juga sering menggunakan hak vetonya untuk menjegal aksi DK PBB pada Israel. Israel adalah sekutu utama Washington di Timur Tengah.

Dalam perkembangan terbaru, Prancis yang beberapa hari lalu memulai serangan udara di Suriah mengatakan siap untuk bekerja sama dengan Rusia untuk melawan ISIS. Kesediaan tersebut hanya dalam tiga konfisi mencakup mengakhiri kekerasan pada warga sipil, kejelasan siapa sasaran, dan lengsernya Presiden Assad.

Fabius menekankan bahwa veto Rusia atas kasus Suriah membuat dewan menjadi impoten. Menteri Luar Negeri Inggris, Philip Hammond mengatakan, Inggris menyambut fokus baru Rusia di Suriah. Ia mendesak Rusia untuk menggunakan pengaruhnya di Suriah untuk menghentikan konflik, termasuk penggunaan bom barel dan bahan kimia.

sumber : Reuters/AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement