Kamis 26 May 2016 08:01 WIB

Eksekusi Kriminal ala Pasukan Pembunuh Misterius

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ani Nursalikah
Clarita Alia (62 tahun) di rumahnya saat berbicara mengenai empat anak lelakinya yang tewas dieksekusi pasukan pembunuh di Davao, Filipina, 14 Mei 2016.
Foto:
Jasad Gil Gabrillo (47 tahun) dalam peti mati di rumahnya setelah ia tewas ditembak pasukan pembunuh di Davao, Filipina, 14 Mei 2016.

Seorang agen senior NBI mengatakan pada Reuters, mungkin kasus-kasus ini akan disimpan. "Kini Duterte seorang presiden," katanya dalam keadaan anonim. Menteri Kehakiman pekan lalu juga mengindikasikan kasus-kasus itu mungkin tidak dapat dilanjutkan.

Suara-suara anonim bergumam. "Siapa yang mau menuntut presiden?".

Rumor siapa dalang utama di balik aksi ini menyebar luas. Semua mata menyudut pada Wali Kota Davao, Rodrigo Duterte yang sekarang jadi orang nomor satu di Filipina. "Saya tidak pernah melakukan itu," sangkal Duterte dalam kampanye April lalu. Kantor investigasi Ombudsman mengatakan tidak ada bukti yang menghubungkan Duterte dengan kasus-kasus pembunuhan.

Sejauh ini, apa yang menghubungkannya adalah ancaman-ancaman Duterte. "Jika anda melakukan kegiatan ilegal di kota saya, jika anda seorang kriminal atau bagian dari sindikat yang memangsa orang-orang tidak bersalah, selama saya wali kota, anda adalah target sah pembunuhan," kata Duterte suatu waktu pada 2009 di hadapan wartawan.

Prinsipnya ini masih berlaku hingga sekarang. Baru-baru ini saat kampanye, ia bersumpah menghapus kejahatan dari seluruh negeri. "Jangan menghancurkan negara saya karena saya akan membunuh anda," kata mantan jaksa itu dalam konferensi pers di Davao, 15 Mei lalu.

Setelah menduduki kursi presiden secara resmi pada Juni mendatang, Duterte berjanji mengembalikan hukuman mati. Pria berusia 71 tahun itu mengatakan akan menggantung penjahat dua kali. Sekali untuk membunuh mereka, sekali lagi untuk memutuskan kepala dari tubuh mereka.

Penduduk Filipina sudah bisa membayangkan hidup di bawah kepemimpinan Duterte. "Darah akan mengalir seperti sungai," kata Clarita Alia (62), penghuni perkampungan kumuh Davao. Empat anaknya dibunuh skuad kematian.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement