Rabu 21 Dec 2016 16:04 WIB

Lebanon Dikritik karena Menteri Urusan Perempuan Dijabat Pria

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Lebanon menunjuk kolonel purnawirawan militer Jean Ogasapian sebagai Menteri Urusan Perempuan.
Foto: Independent
Lebanon menunjuk kolonel purnawirawan militer Jean Ogasapian sebagai Menteri Urusan Perempuan.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Lebanon menunjuk kolonel purnawirawan militer Jean Ogasapian sebagai Menteri Urusan Perempuan. Ogasapian menjadi pria pertama yang ditunjuk untuk mengisi posisi tersebut di Lebanon.

Penunjukan politisi dari Partai Future Movement ini menuai banyak kritik terhadap Pemerintah Lebanon. Pasalnya, Lebanon selalu berada di garis depan dalam perlindungan hak asasi manusia di kawasan. Perempuan di negara itu berada di tingkat yang lebih tinggi daripada di banyak negara-negara di sekitarnya.

Tetapi perempuan masih kurang terwakili dalam dunia politik. Hanya ada satu perempuan yang ditunjuk dalam kabinet baru dan hanya ada empat perempuan yang menjadi anggota parlemen.

Lebanon tengah mengakhiri kebuntuan politik setelah lebih dari dua tahun. Perdana Menteri Saad al-Hariri secara resmi mengumumkan 30 anggota kabinet baru di pemerintahannya.

"Pemerintahan baru akan berada di bagian atas daftar prioritas untuk menjaga keamanan di wilayah ini," ujar Hariri, dikutip The Independent.

Pengumuman tersebut diberikan enam pekan setelah negara memilih Michel Aoun sebagai Presiden. Lebanon telah menjalani lebih dari dua tahun tanpa kepala negara karena parlemen tidak meluluskan undang-undang terkait kepala negara yang beragama Kristen.

"Pemerintah akan bertindak untuk menjauhkan negara kita dari konsekuensi negatif dampak krisis Suriah," kata Hariri.

Lebanon menunjuk Yacoub al-Sarraf sebagai Menteri Pertahanan dan Cesar Abou Khalil sebagai Menteri Energi dan Air. Hariri juga mengumumkan pos kementerian baru, yaitu Kementerian Antikorupsi dan Sekretariat Negara untuk Pengungsi.

Posisi kunci dari Menteri Luar Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri akan tetap berada di tangan Gebran Bassil, Ali Hassan Khalil, dan Nouhad Machnouk. Mereka diharapkan memiliki kemampuan mengatasi banyaknya tantangan negara, termasuk perekonomian yang stagnan dan masuknya sekitar satu juta pengungsi Suriah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement