Selasa 21 Mar 2017 11:00 WIB

Kisah Perempuan Australia yang Tak Mau Punya Anak

Rep: Kellie Scott/ Red:
abc news
Foto: abc news
abc news

Sebagian wanita memutuskan untuk tidak memiliki anak karena berbagai alasan. Ini sejumlah warga Australia yang memilih tidak punya anak.

Baik karena dorongan karir, kurangnya rasa keibuan maupun kekhawatiran akan dampak pertumbuhan penduduk terhadap lingkungan, seringkali merupakan keputusan yang diambil dengan seksama.

Dan kita tahu kian sedikit wanita yang memiliki anak-anak seiring dengan perjalanan waktu.

Data dari Biro Statistik Australia (ABS) menunjukkan jumlah perempuan tanpa anak dalam kelompok usia 45-49 mencapai 14 persen pada tahun 2006. Ini meningkat dibandingkan 11 persen pada tahun 1996, dan 9 persen pada tahun 1986.

Tapi apa makna pilihan tidak memiliki anak bagi perempuan di berbagai tahap kehidupan mereka?

Amy Gurd (27): dorongan karir

"Saya tidak perlu memiliki nak untuk memvalidasi hidup saya," kata Amy Gurd dari Brisbane, penuh keyakinan.

Amy dan suami yang telah dinikahinya lima tahun, Brad, memilih kehidupan tanpa anak dan sedang mempertimbangkan langkah-langkah pencegahan seperti vasektomi.

Amy tidak malu dengan keputusannya, tapi bosan dengan penilaian orang yang terus diterimanya.

"Saya agak kesal hal ini jadi topik pembicaraan. Wanita dinilai apakah sesuai atau tidak sesuai dengan peran gender sebagai ibu yang peduli," katanya.

Amy Gurd with her dog
Amy Gurd mengatakan tidak harus punya anak untuk mengesahkan hidupnya.

Supplied: Amy Gurd

Mahasiswa PhD yang meneliti kriminologi ini menyadari sejak di SMA bahwa menjadi seorang ibu bukan pilihannya. Dia berencana mendedikasikan diri untuk karier dan keliling dunia.

"Saya tahu ada wanita yang bisa mengelola keduanya dengan baik, tetapi menjadi orangtua secara signifikan akan berdampak dan menunda karir saya dan suami saya," katanya.

Amy mengakui berbohong sebagai cara menghindar dari lingkaran sosial dimana dia sering merasakan tekanan sebagai wanita yang dituntut masyarakat.

"Kami sampai ke tahap dimana lebih mudah memberitahu orang bahwa kami tidak bisa memiliki anak demi menghentikan pembicaraab," katanya.

"Saya mendukung mereka yang memiliki anak, namun saya tidak mendapatkan sebaliknya," ujarnya.

Natasha David (43): pasti terabaikan

Wanita karis asal Sydney, Natasha David, lega dia tidak menyerah pada "tekanan bayi".

Penulis berusia 43 tahun ini telah mengalami beberapa kali trauma dalam hidupnya, termasuk bunuh diri yang dilakukan suaminya, yang ingin anak.

Natasha David on a beach
Natasha David (43) sadar dia tak mau punya anak sejak masih muda.

Supplied: Natasha David

"Jika saya harus memiliki anak karena suami saya menginginkannya, akan ada periode panjang dimana mereka mungkin secara emosional saya abaikan di saat saya mengatasi diri saya sendiri," katanya.

"Saya bahkan harus merelakan kucingku karena tidak mendapatkan perhatian yang cukup. Tentunya hal seperti itu akan mengerikan buat seorang anak," ujarnya.

Natasha mengaku tidak benar-benar menepiskan kemungkinan memiliki anak dengan suaminya, tapi ingin mereka berdua siap secara mental dan emosional sebelum mempertimbangkannya.

"Saya merasa akan egois jadinya kalau tetap ngotot memiliki anak," katanya.

"Tapi saya merasa justru masyarakat menganggapku egois karena ingin memperbaiki diri sebelum memiliki anak," kata Natasha.

Natasha memiliki ingatan jelas mengenai dirinya yang berusia lima tahun dan bertekad selamanya tidak mau punya anak.

"Tante-tanteku semua tertawa dan mengatakan saya akan berubah pikiran. Saya ingat begitu tersinggung, karena tekad saya begitu bulat," katanya.

"Saya tidak suka orang tergantung padaku, dan saya sendiri cukup independen. Jadi saya kurang sabaran dengan orang-orang yang selalu mau dibantu," katanya.

Natasha telah menemukan cinta kembali sepeninggal suaminya, dengan seseorang yang juga tidak menginginkan anak.

Natasha mengatakan mendapatkan dorongan merawat anak dari keluarga orang-orang yang dicintainya.

"Seperti kata pepatah, dibutuhkan seluruh desa untuk membesarkan seorang anak. Saya bagian dari desa itu," ujarnya.

Sally Arnold (66): membesarkan adik

Anak tertua dari lima bersaudara dan diperlakukan sebagai teman bukan seorang anak oleh ibunya sendiri, Sally Arnold mengambil peran orangtua untuk adik-adiknya.

Pengalaman tersebut dipadukan dengan karir yang dia cintai membuatnya tidak tertarik memiliki anak sendiri.

Sally Arnold, 66
Sally Arnold (66) membantu membesarkan empat orang adiknya.

Supplied: Sally Arnold

"Begitu tumbuh saya seperti ibu. Ibu akan curhat pada saya dan bisa jadi korban juga, jadi cukup sulit," kata Sally, 66 tahun.

"Selalu ada anak-anak di sekitar, saya tak punya ruang. Saya tidur sekamar dengan dua saudara lain bahkan ketika saya sudah kuliah," jelasnya.

Psikoterapis yang berbasis di Melbourne dan mantan manajer pengembangan bisnis untuk Australian Ballet ini mengatakan belakangan dia merasa seni dan suaminya sudah cukup.

Mungkin mengejutkan, namun Sally tidak pernah merasakan adanya tekanan untuk memiliki anak. Almarhum suaminya Tony memiliki anak dari pernikahan sebelumnya, dan orangtuanya sendiri tidak tertarik dengan cucu.

"Ibu dan ayahku, mereka itu kakek-nenek yang menakutkan (untuk anak-anak saudara saya). Hal itu seperti hambatan buat ayahku" kata Sally.

Adapun mengenai harapan masyarakat, Sally mengatakan seni merupakan ruang sempurna untuk membangun jalan sendiri tanpa dihakimi.

"Dengan bekerja bersama gay, biseksual, transeksual, itu adalah dunia dari segala kemungkinan seksual," katanya "Dunia saya sangat mendorong keragaman."

Dia mengatakan dengan tidak memiliki anak telah memberinya kebebasan menemukan diri sendiri, termasuk bergabung komunitas Buddha dan melakukan studi intensif.

Sally mengaku tidak begitu peduli meskipun kini memasuki usia dewasa tanpa anak.

"Anda tidak bisa berharap mendapat anak ketika Anda semakin tua," katanya.

"Tentu saja ada saat-saat ketika saya kesepian... tapi karena saya melakukan banyak kerja sendiri dan saya tahu saya tak bisa menyalurkannya pada orang lain untuk membantu saya melalui rasa kesepian," katanya.

'Kebebasan ketidakpastian'

Psikolog dari Healthy Mind Project Talya Rabinovitz bekerja membantu wanita usia 30-an dan 40-an yang tidak ingin anak-anak tetapi memiliki kekhawatiran.

"Di satu sisi mereka mendapati dirinya bahagia hidup tanpa anak-anak. Di sisi lain, mereka khawatir telah membuat keputusan keliru," katanya.

"[Beberapa] wanita mengaku menginginkan anak tetapi menyebut tekanan sosial sebagai faktor pendorong utama," katanya.

Talya mengatakan ada juga kasus klien yang menyesali pilihan mereka.

"Mereka mencapai usia awal 50-an dan bilang, 'saya berharap ambil saja risikonya dan punya anak, sekarang sudah terlambat'," katanya.

Tapi dia mengatakan mereka yang yakin hidup tanpa anak biasanya melaporkan adanya rasa pencapaian dan kebebasan dari sisi lain kehidupan mereka.

Bagi wanita yang menilai egois jika seseorang hidup tanpa anak, Talya mengatakan memilih tidak memiliki anak sama sahnya dengan memilih untuk memilikinya.

"Bagaimanapun, ada kesempatan nyata bagi para wanita untuk belajar memanfaatkan kekuatan ketidakpastian dan kebebasan yang menyertainya ketika Anda mengikutinya," kata Talya.

"Wanita yang saya lihat melakukan hal ini, masuk ke kehidupan mereka dengan penuh kepastian bahwa mereka akan baik-baik saja, apa pun yang terjadi," jelasnya.

Diterbitkan Pukul 13:10 AEST 21 Maret 2017 oleh Farid M. Ibrahim dari artikel berbahasa Inggris.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement