Jumat 25 Aug 2017 10:59 WIB

Spionase Korut Tertangkap Basah Coba Curi Rancangan Rudal

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
Peluncuran rudal balistik antarbenua Hwasong-14 di lokasi yang tidak diketahui di Korea Utara.
Foto: AP
Peluncuran rudal balistik antarbenua Hwasong-14 di lokasi yang tidak diketahui di Korea Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, ZHYTOMYR -- Di tengah cahaya redup di sebuah garasi berdebu, dua mata-mata Korea Utara (Korut) terlihat tengah berusaha mencuri rancangan rudal rahasia milik Ukraina.

Rekaman kamera pengawas yang menangkap basah aksi keduanya yang dilakukan pada 2011 lalu itu, telah dibeberkan kepada CNN oleh Dinas Keamanan Ukraina.

Mereka juga memberi tahu rencana rumit penyergapan dua mata-mata Korut itu. Hal ini dilakukan untuk membantah klaim yang mengatakan program rudal antarbenua (ICBM) milik Korut sebenarnya menggunakan desain yang dicuri dari Ukraina.

Klaim tersebut dibuat dalam sebuah laporan yang dikeluarkan oleh analis di Institut Internasional Studi Strategis (IISS) pada 14 Agustus. Laporan itu mengatakan teknologi yang digunakan Korut dalam uji coba ICBM mungkin berasal dari Kantor Desain Yuzhnoye Ukraina di Dnipro.

Pada Juli, Korut berhasil menguji dua rudal balistik antar benua KN-14 atau Hwasong-14. Pada saat itu, Pyongyang mengklaim mereka mampu membawa hulu ledak nuklir berat berukuran besar hingga ke daratan AS.

Ukraina telah membantah adanya hubungan dengan rudal jarak jauh Korut, dan justru mengatakan Rusia mungkin telah memberi Pyongyang rancangan rudal yang lebih baik. Namun, Rusia juga membantah telah mendukung program senjata Korut.

Seorang perwira di Dinas Keamanan Ukraina, yang menangani kasus pencurian oleh dua mata-mata Korut pada 2011 itu, bersikeras tidak mungkin Korut berhasil memperoleh teknologi rudal Ukraina. Ia yakin usaha spionase mereka semua telah berhasil digagalkan.

Baca juga, Korut Luncurkan Serangkaian Rudal Balistik.

Dia mengatakan, pada 2011 dua warga Korut lainnya - yang melakukan perjalanan ke Ukraina dari Kedutaan Besar Moskow di negara itu - telah dideportasi setelah mereka berusaha mencuri perangkat rudal. Warga Korut ketiga yang bertugas untuk mengangkut perangkat itu keluar dari Ukraina, juga telah dideportasi.

Menurutnya, selain dua mata-mata Korut yang berhasil dijebloskan ke penjara itu, saat ini tidak ada satupun warga Korut yang tinggal di Ukraina. Banyak dari mereka yang tidak dideportasi, yang sebagian besar bekerja di sektor obat-obatan, kembali ke negara mereka secara sukarela.

Dua mata-mata Korut itu saat ini tengah menjalani hukuman penjara delapan tahun atas tuduhan spionase di kota Zhytomyr, 140 kilometer di barat Kiev. Pejabat Ukraina mengizinkan CNN masuk ke dalam fasilitas penjara melakukan wawancara di bawah pengawasan penjaga.

Mata-mata pertama adalah pria berusia sekitar 50-an tahun, berasal dari ibu kota Pyongyang yang disebut dalam dokumen pengadilan sebagai X5. Pria bertubuh kurus ini dapat berbicara dengan bahasa Inggris beraksen ringan.

Sementara satu mata-mata lainnya yang berusia lebih muda adalah seorang ahli teknis yang dikenal sebagai X32. Mereka adalah satu-satunya mata-mata yang di tahanan Ukraina.

Rekaman kamera pengawas yang diberikan ke CNN itu diambil pada 27 Juli 2011, dari sebuah kamera tersembunyi yang dipasang di garasi. Kedua tersangka terlihat di dalam rekaman itu beberapa saat sebelum Dinas Keamanan Ukraina menangkap mereka.

Keduanya diketahui mencari informasi mengenai rudal balistik, sistem rudal, konstruksi rudal, mesin pesawat ruang angkasa, baterai surya, tangki bahan bakar, wadah peluncuran, akumulator bubuk, dan standar militer pemerintah.

Beberapa informasi terkait rudal balistik antarbenua Scalpel SS-24 juga hendak dicuri oleh mereka. Scalpel SS-24, yang juga dikenal sebagai RT-23, adalah rudal berbahan bakar padat yang mampu membawa hingga 10 hulu ledak.

Sistem SS-24 rudal mobile rail dilarang pada akhir 1990-an di bawah perjanjian START-II antara AS dan Rusia, walaupun larangan tersebut tidak berlaku. Desain dan produksi sistem rudal tersebut telah dipegang oleh Ukraina, namun menurut GlobalSecurity.org, negara tersebut mengakhiri produksi rudal itu pada 1995.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement