Senin 16 Apr 2018 06:49 WIB

Negara-Negara Ini Diduga Pasok Senjata dalam Perang Suriah

Pemerintah Suriah mengandalkan aliran senjata dari sekutu asingnya.

Rep: Marniati/ Red: Ani Nursalikah
Suasana kota di Suriah yang hancur akibat perang saudara yang melanda negara tersebut.
Foto: Letnan john Matthew Daniels / Angkatan Laut AS melalui AP
Dalam gambar yang diambil oleh Angkatan Laut AS, kapal penjelajah kendali-rudal USS Monterey (CG 61) menembakkan rudal Tomahawk ke Suriah, Sabtu, (14/4). Donald Trump mengumumkan serangan udara ke Suriah sebagai tanggapan atas dugaan serangan senjata kimia.

Suriah

Perwakilan dari kelompok pemberontak utama, Free Syria Army (FSA), telah mengatakan sebagian besar persenjataan mereka telah dibeli di pasar gelap atau disita dari fasilitas pemerintah. Kelompok pemberontak telah merebut sejumlah pangkalan militer sejak 2011, termasuk di Atareb, Taftanaz, Jirah dan Tiyas. Ini telah menyediakan sumber-sumber amunisi dan senjata yang berguna, khususnya sistem rudal anti-pesawat dan kendaraan lapis baja.

Qatar

Hingga saat ini, Qatar secara luas diyakini sebagai pemasok utama senjata untuk para pemberontak. Namun Qatar membantah menyediakan senjata apa pun, meskipun berjanji untuk mendukung oposisi dengan apa pun yang dibutuhkan.

Sebagian besar senjata diperkirakan telah diberikan kepada kelompok pemberontak Islam garis keras, terutama yang selaras dengan Ikhwanul Muslimin yang telah bertindak sebagai perantara. Ini dilaporkan mengundang kecaman dari pejabat Barat yang mengatakan banyak dari kelompok itu ekstrimis.

Menurut New York Times, pesawat pengangkut Angkatan Udara Qatar Emiri terbang ke Turki dengan pasokan untuk pemberontak Suriah pada awal Januari 2012. Pada musim gugur 2012, pesawat Qatar mendarat di bandara Esenboga, dekat Ankara, setiap dua hari. Pejabat Qatar bersikeras mereka membawa bantuan yang tidak membahayakan.

Arab Saudi

Arab Saudi dilaporkan baru-baru ini juga telah memimpin penyaluran dukungan keuangan dan militer kepada para pemberontak. Tidak seperti Qatar, kerajaan Teluk diyakini mencurigai kelompok-kelompok pemberontak Islam, dan telah berfokus untuk mendukung faksi nasionalis dan sekuler FSA.

Pada akhir 2012, Riyadh dikatakan telah membiayai pembelian ribuan senapan dan ratusan senapan mesin, peluncur roket dan granat dan amunisi untuk FSA dari tumpukan senjata Yugoslavia yang dikuasai Kroasia. Ini dilaporkan diterbangkan, termasuk oleh transporter Angkatan Udara Kerajaan Saudi C-130 ke Yordania dan Turki dan diselundupkan ke Suriah. Para pejabat Saudi menolak berkomentar.

Libya

Negara Afrika Utara ini telah menjadi sumber utama senjata untuk para pemberontak. Kelompok Ahli Dewan Keamanan PBB, yang memantau embargo senjata yang dikenakan pada Libya selama pemberontakan 2011 mengatakan pada April 2013 telah terjadi pengalihan gelap senjata berat dan ringan. Hal itu termasuk sistem pertahanan udara portabel, senjata kecil dan terkait amunisi serta peledak dan ranjau.

"Ukuran signifikan dari beberapa pengiriman dan logistik yang terlibat menunjukkan bahwa perwakilan dari pemerintah lokal Libya mungkin setidaknya telah mengetahui transfer, jika tidak benar-benar terlibat langsung," katanya.

Eropa

Pada Mei 2011, Uni Eropa memberlakukan embargo senjata terhadap Suriah. Ketika pemberontakan memasuki tahun ketiganya, beberapa negara anggota - yang dipimpin oleh Inggris dan Perancis - melobi untuk dapat memasok senjata ke pasukan "moderat" dalam oposisi.

Meskipun terjadi perpecahan, para menteri luar negeri sepakat membiarkan waktu embargo pada Mei 2013. Meskipun negara-negara anggota Uni Eropa tampaknya tidak mengirim senjata langsung kepada para pemberontak, negara Eropa lainnya telah dikaitkan dengan pengangkutan udara rahasia berskala besar.

Pada Januari 2013, seorang blogger Inggris mulai memperhatikan senjata yang dibuat di bekas Yugoslavia muncul dalam video dan gambar yang diunggah oleh pemberontak yang bertempur di Suriah selatan. Senjata recoilless, senapan serbu, peluncur granat dan roket berbahan bakar bahu tampaknya berasal dari kelebihan yang tidak diumumkan dari perang Balkan 1990-an yang ditimbun Kroasia.

Pejabat Barat mengatakan kepada New York Times persenjataan itu telah dijual ke Arab Saudi, dan beberapa pesawat telah meninggalkan Kroasia sejak Desember 2012, menuju Turki dan Yordania. Perlengkapan tersebut dilaporkan diberikan kepada beberapa kelompok FSA Barat. Kementerian luar negeri dan agen ekspor senjata Kroasia membantah bahwa pengiriman semacam itu terjadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement