Ahad 28 Oct 2018 17:15 WIB

Alasan di Balik Maaf Anwar Ibrahim untuk Mahathir Mohamad

Anwar prihatin dengan masih terpuruknya ekonomi rakyat Malaysia.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Ani Nursalikah
Tokoh nasional Malaysia, Dato' Seri Anwar Ibrahim saat memberi kuliah umum di Padang, Sumatra Barat, Sabtu (27/10)..
Foto: Republika/Sapto Andika Candra
Tokoh nasional Malaysia, Dato' Seri Anwar Ibrahim saat memberi kuliah umum di Padang, Sumatra Barat, Sabtu (27/10)..

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Tokoh nasional Malaysia, Dato' Seri Anwar Ibrahim, berbicara blak-blakan soal masa lalu politiknya yang keras. Anggota parlemen yang baru saja memenangi pemilu sela di Port Dickson tersebut juga menyampaikan alasannya di balik "maaf" yang ia simpan untuk Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad meski Mahathir tak pernah secara formal menyampaikan permintaan maaf.

Bicara soal dua tokoh besar Malaysia tersebut, Anwar Ibrahim dan Mahathir Mohamad, tak lepas dari dinamika perpolitikan Negeri Jiran yang cukup panas. Di atas mimbar Auditorium Universitas Negeri Padang (UNP), Anwar sempat mengatakan ia dan Mahathir memiliki hubungan yang unik. Keduanya pernah menjadi mitra politik yang sangat kuat, pernah juga menjadi seteru politik paling sengit dalam sejarah Malaysia.

"Namun kami cintakan negara kami, untuk selamatkan Malaysia, untuk hentikan rampokan yang leluasa dan tokoh yang merajalela menindas rakyat. Kami harus bergabung untuk tumbangkan penguasa," kata Anwar usai memberikan kuliah umum di UNP, Ahad (28/10).

Saat menjabat sebagai Perdana Menteri Malaysia pada 1998, Mahathir memang memecat Anwar Ibrahim yang saat itu menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri. Anwar saat itu diadang dengan dakwaan kasus korupsi dan sodomi. Hukuman kepada Anwar dianggap sebagai langkah politik Mahathir untuk 'memukul' lawan politiknya.

Anwar sempat keluar masuk penjara setelah gelombang reformasi yang melanda Malaysia. Tercatat, ia sempat bebas dari jeruji besi pada 2004 dan 2018. Mantan pemimpin oposisi tersebut akhirnya bebas pada Mei 2018 setelah memperoleh pengampunan atas kasus sodomi yang didakwakan kepadanya.

Namun itu masa lalu. Mahathir dan Anwar kemudian menjadi kekuatan politik baru di Malaysia untuk menumbangkan Barisan Nasional, yang mendominasi politik Malaysia selama 60 tahun.

Mahathir bahkan berjanji memberikan kesempatan bagi Anwar untuk menjadi Perdana Menteri, meneruskan dirinya. Di balik kelamnya masa lalu kedua, Anwar secara tegas menyampaikan dirinya memaafkan Mahathir, sosok yang dulu menjebloskannya ke penjara.

Lantas apa alasan di balik kata 'maaf' yang Anwar siapkan untuk Mahathir?

"Meski derita saya dipukul disiksa, ditelanjangkan, dihina, namun anak-anak saya masih mampu saya kirim ke universiti. Masih mampu mendapat rawatan yang baik di hospital kalau sakit. Namun ada rakyat yang tak mampu, tak diberi kemudahan melanjutkan pendidikan. Ada rakyat yang deritanya lebih dari saya," ujar Anwar panjang lebar.

Anwar memandang, penderitaan yang ia rasakan di dalam penjara tak seberapa dibanding derita yang dipikul rakyat Malaysia selama ini. Ia prihatin dengan masih terpuruknya ekonomi rakyat Malaysia di bawah pemerintahan yang melanggengkan korupsi. Menurutnya, pemahaman penderitaannya tak seberapa inilah yang menjadikannya tak menaruh amarah pada Mahathir.

"Kalau hati luka, manusia biasa. Namun saya selalu ingatkan keluarga dan teman luka kita itu kecil, ketimbang derita yang dihadapi rakyat. Dan dari segi sudut Islam, orang mau berdamai mengapa harus musuh lagi," katanya.

Alasan-alasan itu membuat Anwar kembali masuk dalam peta politik Malaysia bersama Mahathir. Anwar Ibrahim pada Sabtu (13/10) lalu memenangkan pemilihan sebagai anggota parlemen untuk wilayah Port Dickson, Malaysia.

Kemenangan ini menandakan kembalinya Anwar ke parlemen Malaysia setelah lepas dari status tahanan. Kondisi ini juga memuluskan jalan bagi Anwar untuk menjadi perdana menteri Malaysia. Saat Mahathir dilantik sebagai Perdana Menteri, ia juga berjanji menyerahkan jabatan Perdana Menteri kepada Anwar setelah dua tahun menjabat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement