Selasa 18 Dec 2018 14:13 WIB

Propagandis Rusia Incar Pemilih Afro-Amerika untuk Trump?

Propagandis bertujuan mencegah orang-orang Afro Amerika memberikan suara ke Hillary.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Kandidat Presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Demokrat, Hillary Clinton,  didampingi suaminya mantan Presiden AS Bill Clinton, memberikan pidato atas kekalahannya dalam pemilu di New York, Rabu (9/11).
Foto: AP Photo/Andrew Harnik
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump

Salah satu akun Facebook palsu yang dibuat Rusia "Blacktivist" telah menuai 4,6 juta like dari publik AS. Pada pekan-pekan akhir kampanye, Blactivist mengatakan kepada para pengikutnya bahwa tidak ada kehidupan penting bagi Hillary Clinton. Akun itu pun menganjurkan agar orang-orang kulit hitam memilih kandidat Green Party, Jill Stein.

Tak hanya itu, Blacktivist juga mendorong agar publik AS tak menggunakan hak suaranya dalam pilpres. "Tidak memilih adalah cara untuk menggunakan hak kita," kata akun tersebut, dikutip laman the Guardian.

Para peneliti Oxford menemukan bahwa orang-orang kulit hitam ditargetkan dengan lebih banyak iklan di Facebook dan Instagram daripada kelompok lain. Lebih dari 1.000 iklan berbeda diarahkan pada pengguna Facebook yang tertarik pada isu-isu Afrika-Amerika dan mencapai hampir 16 juta orang.

Konten-konten itu dimaksudkan mengobarkan kemarahan kalangan kulit hitam AS dengan menjejali mereka materi tentang tingkat kemiskinan, pemenjaraan, dan tindakan represif aparat kepolisian. Hal itu bertujuan mengalihkan energi politik mereka dari lembaga-lembaga politik yang mapan.

Menurut para peneliti Oxford, konten-konten demikian tidak hanya disebarkan di Facebook dan Instagram, tapi juga Twitter serta Youtube. New Knowledge mengatakan, kampanye propaganda media sosial harus dilihat sebagai front ketiga campur tangan Rusia dalam pilpres AS 2016.

Dua front lainnya adalah aksi peretasan dan pencurian surel Partai Demokrat yang diteruskan ke WikiLeaks serta meretas sistem pemungutan suara daring di seluruh AS.

Senior komite Demokrat Mark Warner mengungkapkan undang-undang baru diperlukan untuk mengatasi krisis di media sosial. "Serangan-serangan terhadap negara kita jauh lebih komprehensif, terkalkulasi, dan tersebar luas daripada yang diungkap sebelumnya," ujar Warner.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement