Kamis 07 Mar 2019 21:21 WIB

Ribuan Pendukung ISIS Menyerahkan Diri di Suriah

Mayoritas dari pendukung ISIS ini adalah perempuan.

Red:
ISIS di Suriah. (ilustrasi)
Foto: Youtube
ISIS di Suriah. (ilustrasi)

Bahkan bagi pasukan yang didukung Amerika Serikat yang sudah mengepung Baghouz - kantong perlawanan terakhir ISIS di Suriah Timur - jumlah pejuang dan penduduk sipil yang menyerahkan diri masih menimbulkan kejutan.

Pengungsi pendukung IS

 

Hampir 500 pria sudah melarikan diri dari tempat tersebut, dan menyerahkan diri dalam dua hari terakhir setelah pasukan Kurdi mulai melakukan usaha terakhir untuk menaklukkan perlawanan ISIS.

Pejuang ISIS dari Irak, Belgia, Prancis dan negara lain duduk bersama-sama di gurun di bawah penjagaan ketat pasukan koalisi. Sekitar satu kilometer dari tempat tersebut tampak sekelompok perempuan dan anak-anak.

Sekitar dua ribu diantara perempuan dan anak-anak tersebut dimasukkan ke dalam truk dan dibawa ke daerah lain untuk diperiksa apakah mereka membawa bahan peledak atau senjata yang disembunyikan.

"Bila ada cara untuk kembali ke ISIS, saya tidak akan ragu-ragu kembali"

Para perempuan yang meninggalkan kantong perlawanan terakhir ISIS ini akan bergabung dengan ribuan lainya di kamp pengungsi, sementara pejuang pria dibawa ke penjara atau diserahkan ke pihak berwenang Irak.

 

Banyak diantara mereka adalah orang asing, termasuk sekelompok perempuan asal Prancis yang mengatakan mereka ditembaki ketika hendak meninggalkan wilayah itu. Seorang perempuan terbaring di tanah, dalam keadaan kritis, dengan anak-anaknya yang masih muda duduk dengan diam di dekatnya.

Seorang perempuan lain menunggu untuk bisa masuk ke kamp pengungsi sehingga petugas kesehatan bisa mengeluarkan peluru yang bersarang di pahanya. Meskipun begitu, kebanyakan perempuan ini masih setia dengan perjuangan ISIS.

"Bila ada cara untuk bisa kembali ke ISIS, saya tidak akan ragu-ragu, kami tidak memiliki martabat di sini." kata seorang perempuan Irak.

"Ini belum berakhir, ini tidak akan berakhir, kami tahu di satu hari nanti khilafah akan kembali."

Sanna seorang perempuan asal Helsinki Finlandia sudah hidup di daerah yang dikuasai ISIS selama empat setengah tahun.

"Seluruh keluarga datang. Pada awalnya kehidupan normal seperti kehidupan di Finlandia, namun kemudian berubah." katanya.

 

Sanna mengatakan dia lega bisa keluar dari sana bersama keempat anaknya, dan ingin kembali ke Finlandia. "Kami ingin keluar dari sini lebih dari sebulan lalu namun tidak ada cara untuk keluar." katanya.

"Keadaan sangat buruk selama beberapa minggu terakhir, tidak ada makanan, banyak pemboman, dan kita bisa melihat anak-anak tewas jadi korban." Dia mengatakan dia akan dipenjara bila kembali ke Finlandia.

Kelompok terbaru para pendukung ISIS ini akan dibawa ke kamp yang dikuasai kelompok Kurdi dimana mereka kana bergabung dengan ribuan pria, wanita dan anak-anak lainnya.

 

Lebih dari 20 ribu orang telah mengungsi, banyak yang mengalami cedera serius

Pekerja bangtuan dari Amerika Serikat David Eubank telah menangani ratusan orang selama beberapa hari terakhir di sebuah tenda di dekat area pengecekan para keluarga ISIS. Eubank mengatakan banyak anak-anak yang terluka dan menunggu perawatan kesehatan darurat.

"Ini adalah bencana dan kebanyakan disebabkan oleh ISIS, kebencian yang mereka perlihatkan kepada dunia, kematian dan pembunuhan, yang sekarang kembali menghantui mereka sendiri."

"Mereka langkah demi langkah mundur di koridor sepanjang sungai Eufrat, dan sekarang terkepung di Baghouz dan kalau kita lihat di sini, hanya ada beberapa gedung yang tersisa dan kebanyakan rusak. dan ada ribuan tenda , dan truk, itulah yang ada."

Eubank mengatakan sekitar 20 ribu orang telah mengungsi selama sebulan terakhir, dan menurut perkiraannya hanya beberapa ribu orang saja yang masih tersisa di Baghouz.

Kelompknya bernama Free Burma Rangers telah memberikan bantuan medis kepada banyak orang yang mengalami cedera parah.

"Kami merawat cedera lama, orang yang ditembak dua bulan lalu, seorang perempuan kakinya hancur karena ledakan, dan putrinya sudah merawat ibunya selama dua bulan terakhir." katanya.

"Kami melihat 12 anak yang meninggal sejak kami di sini, dan merawat lebih dari 2 ribu orang yang terkena luka mortir dan senjata api."

Lihat beritanya dalam bahasa Inggris di sini

 

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement