Sabtu 16 Mar 2019 05:22 WIB

Tolong Jamaah Lain, Daoud Nabi Pun Korbankan Nyawanya

Daoud Nabi membantu semua orang yang menjadi pengungsi dan datang ke Selandia Baru

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Esthi Maharani
 File foto tidak bertanggal menunjukkan Masjid Al Noor di Deans Avenue, tempat penembakan massal, di Christchurch, Selandia Baru, (15/3/2019).
Foto: EPA-EFE/Martin Hunter
File foto tidak bertanggal menunjukkan Masjid Al Noor di Deans Avenue, tempat penembakan massal, di Christchurch, Selandia Baru, (15/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCHURCH — Salah seorang anak dari korban penembakan Masjid Al-Noor di Christchurch, Selandia Baru, bergegas menuju lokasi penembakan karena ayahnya berada di sana untuk shalat Jumat. Namun, sang anak bernama Omar Nabi, harus menerima kenyataan bahwa sang ayah, Daoud Nabi (71) meninggal karena mencoba menolong jamaah lain.

Ketika awal mendengar berita penembakan di masjid tersebut, Omar yang juga sedang bekerja sebagai seorang mekanik, bergegas menelpon ayahnya. Sebanyak 43 kali ia menelpon, tetapi ayahnya tidak juga mengangkat telpon darinya dan ini semakin membuatnya khawatir.

Baca Juga

“Jika dia baik-baik saja, pasti dia akan menjawab telpon saya,” kata Omar kepada NBC News, di salah satu rumah sakit setempat.

Beberapa jam tidak juga mendengar kabar dari ayahnya, akhirnya pada Sabtu (16/3) dini hari tadi, ia diberitahukan bahwa Daoud termasuk di antara setidaknya 49 orang yang tewas dalam penembakan massal di dua masjid Christchurch. Ayahnya meninggal akibat mencoba menghadapi pelaku untuk mencoba menolong para jamaah yang ada di sana.

Omar mengatakan, sangat masuk akal jika ayahnya mencoba menyelamatkan seseorang dalam bahaya. Ia menjelaskan bagaimana ayahnya pergi ke bandara untuk menyambut para pengungsi, dan membantu mereka memulai kehidupan baru mereka.

“Dia membantu semua orang yang menjadi pengungsi. Apakah pengungsi itu berasal dari Palestina, Irak, Suriah, dia adalah orang pertama yang mengangkat tangannya,” kata dia.

Kepeduliannya terhadap para pengungsi, ada kaitannya juga dengan kejadian masa lalu ketika usia Omar baru enam tahun, Omar dan keluarganya harus beremigrasi dari Afghanistan menuju Selandia Baru. Pada waktu itu adalah sekitar tahun 1980, usai invasi besar Uni Soviet.

Daoud Nabi adalah seorang insinyur. Daoud bersama keluarganya, telah membangun kembali kehidupan baru di Selandia Baru. Ia mendirikan sebuah masjid dan menjadi presiden asosiasi Afghanistan setempat. Keluarganya makmur dan tumbuh, hingga ia memiliki sembilan cucu.

Omar merasa sangat kehilangan sosok Daoud, dan ia tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan ke depannya tanpa sosok ayah. “Aku agak bingung. Dia adalah orang yang memiliki banyak pengetahuan, dan aku sudah menjadi muridnya sejak lama,” jelas Omar.

Menurut data pemerintahan Selandia Baru, sejak 2014 hingga Januari 2019, sebanyak 4.333 pengungsi datang ke Selandia Baru. Kebanyakan mereka berasal dari Suriah, Myanmar, dan Afghanistan. Selain itu, sebanyak 1.836 orang mengklaim suaka di negara itu, dalam periode yang sama. Dan saat ini, Selandia Baru memiliki populasi sekitar 4,9 juta jiwa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement