Senin 18 Mar 2019 17:38 WIB

Tragedi Hidup Pasangan Pengantin Baru di Masjid Christchurch

Abdul Nazer kehilangan istrinya yang baru dinikahinya selama dua tahun.

Rep: Lintar Satria / Red: Nur Aini
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern, bertemu dengan anggota komunitas Muslim setelah penembakan massal di dua masjid Christchurch, Selandia Baru, 16 Maret 2019.
Foto: EPA/EFE/Boris Jancic
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern, bertemu dengan anggota komunitas Muslim setelah penembakan massal di dua masjid Christchurch, Selandia Baru, 16 Maret 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Pasangan yang baru menikah Abdul Nazer dan Ansi Alibava memutuskan memulai hidup baru di negara lain. Pasangan asal India itu ingin Selandia Baru menjadi rumah baru mereka.

Keduanya meminjam uang untuk pindah ke Selandia Baru sehingga Alibava, 25 tahun dapat melanjutkan pendidikan S2 di bidang manajemen pertanian. Sementara itu, untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari Nazer, 34 tahun bekerja di sebuah supermarket.

Baca Juga

Mereka berharap ketika Alibava lulus ia berhasil mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang tinggi dan melanjutkan kehidupan mereka di Selandia Baru sebelum kembali ke Kerala, India. Tapi penembakan di dua masjid Christchurch pada Jumat (15/3) mengubah segalanya.

"Tepat sebelum shalat dimulai, saya mendengar satu suara tembakan dan saya pikir anak-anak di luar sedang bermain balon," kata Nazer kepada CNN International, Senin (18/3).

Saat penembakan Nazer dan Alibava sedang berada di dalam Masjid Al-Noor. Nazer di sisi laki-laki sementara istrinya di sisi peremupan. Setelah satu tembakan itu Nazer mendengar rentetan tembakan, membuat 300 orang yang berada di dalam masjid lari menyelamatkan diri.

Nazer berada di dekat pintu keluar darurat dan berhasil lolos setelah seseorang memecahkan kacanya. Orang-orang yang berada di belakangnya tidak seberuntung dia. "Orang-orang mulai berjatuhan di belakang saya, saya melihat orang dengan darah di bajunya," kata Nazer.

Ia lari ke lingkungan terdekat dan menelepon polisi sebelum kembali ke masjid untuk melihat istrinya. Saat kembali ke masjid Nazer melihat pemandangan yang sangat mengerikan. Banyak jenazah yang dilumuri darah di pinggir jalan. Lalu ia melihat istrinya tertelungkup di jalan.

"Saya lari ke arahnya dan lalu seorang polisi menghentikan saya dan mengatakan untuk pindah ke tempat lain," katanya.

Akhirnya pada Sabtu malam lebih dari 24 jam ia meninggalkan lokasi kejadian polisi mengkonfirmasi Alibava adalah salah satu dari 50 korban tewas dalam penembakan paling brutal dalam sejarah Selandia Baru itu. Teman Nazer, George sedang bersamanya saat polisi memberitahu kabar tersebut.

"Kami pikir mungkin ada keajaiban yang dapat terjadi," kata George.

Nazer baru saja menikah dua tahun yang lalu. Tapi teman-teman mereka mengatakan keduanya masih sangat saling mencintai.

"Dia sangat mencintai suaminya dan suaminya sangat mencintai dia," kata Tali Ao teman pasangan itu di Lincoln University.  

Ao mengatakan ia masih mengingat ketika pasangan itu baru tiba di Selandia Baru mereka terus bersama-sama. Alibava baru saja menyelesaikan pendidikannya tiga pekan yang lalu. Setelah bekerja sangat keras selama musim panas. Alibava selesai lebih cepat dibandingkan teman-temannya. Ao yakin Alibava memiliki masa depan yang cerah.

"Profesornya, semua orang, sayang dia, dia sangat cerdas, walaupun ia tidak suka mengerjakan tugas tapi dia sangat bagus dalam mengerjakannya," kata Ao. 

Pada hari Senin, para mahasiswa dan staf universitas tempat Alibava menjalani studinya mengheningkan cipta salam satu menit untuk mengenangnya. "Keluarga kami yang menjadi korban diserang karena agama mereka benar-benar tidak dapat diterima," kata Pelaksana Tugas Rektor Lincoln University, Bruce McKenzie.

Komunitas Kerala di Christchurch bersatu untuk menemani dan mendukung Nazer di hari-harinya ke depan. Mereka mulai mengumpulkan dana di situs Givealittle untuk membantunya membayar hutang S2 Alibava sebesar 70 ribu dolar Selandia Baru.

Nazer ingin mengirim jenazah istrinya ke kampung halaman mereka di Kerala. Alibava masih memiliki ibu dan saudara laki-laki sementara ayahnya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu.

Nazer tidak yakin dengan masa depannya. Tapi ia tahu akan tetap tinggal di Christchurch kota di mana ia dan istrinya menghabiskan waktu selama pernikahan mereka.

"Dia memiliki begitu banyak mimpi, tidak ada yang pernah mengira hal seperti ini dapat terjadi, ada begitu banyak orang baik di sini, hal ini tidak seharusnya terjadi pada keluarga siapa pun," kata Nazer.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement